Dalil-dalil zikir, termasuk zikir secara jahar (agak keras)

Dalil-dalil majlis zikir termasuk zikir secara jahar (agak keras)

Ditemukan banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan kaum Muslim untuk berzikir, antara lain, “Hai orang-orang yang beriman, Berzikirlah kamu pada Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbih lah pada-Nya diwaktu  pagi mau pun petang!”. (QS. Al-Ahzab:41-42); “Berzikirlah (Ingatlah) kamu pada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu! ” (QS Al-Baqarah [2]:152). “...Yakni orang-orang zikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan diwaktu berbaring”. (QS Ali Imran [3]:191); “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka aman tenteram dengan zikir pada Allah. Ingatlah dengan zikir pada Allah itu, hatipun akan merasa aman dan tenteram”. (QS Ar-Rad [13]:28).

 

**Dalam hadis qudsi, Allah subhaanahuuwata'aala berfirman;              

اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي, وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكرُنِي, فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْـهُ وَإنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًا اتَقَرَّبْتُ إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإنِ اقْتَرَبَ إلَيَّ ذِرَاعًا اتَقَرَّبْتُ إلَيْهِ بَاعًا وَإنْ أتَانِيْ يَمْشِي اَتَيْتُهُ هَرْوَلَة 

“Aku ini menurut prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya, dimana saja ia berzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya (hatinya), Aku akan ingat pula padanya dalam diriKu. Jika ia mengingat-Ku dihadapan umum, Aku akan mengingatnya pula dihadapan khalayak (al-mala’) yang lebih baik. Dan seandai- nya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta. Jika ia mendekat pada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepada- nya dengan berlari”. (HR. Bukhari  [jilid 12, hal. 384], Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi).

 

**Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Al-Fath Al-Bari jilid 13, halaman 387 mengatakan, “Sebagian ahli sunnah memberikan jawaban mengenai hadis di atas, bahwa kemungkinan yang dimaksud dengan al-mala’ (sekolompok makhluk) yang lebih baik daripada kelompok manusia muslim yang sedang berzikir, adalah kelompok para nabi dan syuhada, karena mereka–sebagaimana di beritakan Al-Quran–hidup di sisi Tuhannya (bahkan diberi rezeki).”

 

**Allamah Al-Jazari dalam kitabnya Miftahul Hishnil Hashin berkata, “Hadis di atas merupakan dalil dibolehkannya berzikir dengan jahar (suara keras).”

 

**Imam Suyuthi berkata, “Zikir dihadapan orang-orang tentu zikir jahar, hadis  itulah dalil yang membolehkannya’.

 

**Al-Hafizh Al-Suyuti dalam Al-Hawi Lil Fatawi jilid 1, hal. 389 mengatakan, "Dan berzikir dalam sekelompok orang itu tidak terbukti kecuali dengan jahar".

 

**Hadis qudsi dari Muaz bin Anas, secara marfu’, Allah Ta'aala berfirman, 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ ذَكّرْتُهُ فِي مَلاٍ  مِنْ مَلاَئِكَتِي  وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ الاَعْلَي

“Tidaklah seseorang berzikir pada-Ku dalam hatinya kecuali Aku pun akan berzikir untuknya di hadapan para malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berzikir pada-Ku di hadapan orang-orang kecuali Aku pun akan berzikir untuknya di tempat yang tertinggi’” (HR. Thabrani). Dalam kitab At-Targib wat-Tarhib 3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al-Mundziri berkata: ‘Isnad hadis diatas ini baik/ hasan.

 

**Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda,

(سَبَقَ المُفَرِّدُونَ, قاَلُوْا: وَمَا المُفَرِّدُونَ  يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللهَ  الذَّاكِرُونَ اللهَ كَثِيْرًاوَالذَّاكِرَاتِ (رواه المسلم)

“Telah majulah orang-orang istimewa! Tanya mereka ‘Siapakah orang-orang istimewa, ya Rasulallah?’ Ujar Nabi-shalllahu'alaihiwasallam-‘Mereka ialah orang-orang yang berzikir baik laki-laki maupun wanita’”  (HR. Muslim).

 

**Hadis dari Abu Said Khudri dan Abu Hurairah [r.a.], mereka mendengar sendiri dari Nabi shalllahu'alaihiwasallam bersabda,

 لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمة  وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ  

“Tidak satu kaum (kelompok) pun yang duduk zikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, beroleh ketenangan dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

 

**Diterima dari Ibnu Umar bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam bersabda, 

إذَا مَرَرْتُم بِرِيَاضِ الجَنَّة فَارْتَعُوْا, قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنّـَة يَا رَسُولُ الله؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ فَإنَّ لِلَّهِ تَعَالَى سَيَّرَاتٍ مِنَ المَلآئِكَةَ  يَطْلُبُونَ حِلَقَ الذِّكْر فَإذَا أتَوْا عَلَيْهِمْ  حَفُّوبِهِمْ       

Jika kalian lewat di taman-taman surga, hendaklah kamu ikut bercengkerama! Tanya mereka; ‘Apakah itu taman-taman surga ya Rasulallah’? Ujar Nabi-shalllahu 'alaihiwasallam-; ‘lingkaran lingkaran zikir, karena Allah Ta'aala mempunyai rombongan pengelana dari Malaikat yang mencari-cari lingkaran zikir. Bila ketemu dengannya, mereka akan duduk mengelilinginya.’”                                                       

 

**Hadis riwayat Al-Baihaqi dari Abu Said Al-Khudri r.a, Nabi  shalllahu'alaihi wassallam  bersabda, 

يَقُوْلُ الرَّبُّ جَلَّ وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ الْيَوْمَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ اَهْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي 

“Allah jalla wa ‘Ala pada hari kiamat kelak akan bersabda:’Pada hari ini ahlul jam’i  akan mengetahui siapa orang Ahlul Karam (orang yang mulia).’ Ada yang bertanya: ‘Siapakah orang-orang yang mulia itu?’ Allah menjawab, ‘Mereka adalah orang- orang peserta majlis zikir di masjid-masjid.’”

 

    **Dalam sebuah hadis panjang, riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a., Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda,  

    عَن أبِيْ هُرَيْرَة (ر) قَالَ: رَسُولُ الله .صَ.: إنَّ ِللهِ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلْتَمِسُـونَ أهْلَ الذِّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا: هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ  بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبِيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ: هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ: لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَاَشَدَّ لَكَ تَمْحِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُـوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟  فَيَقـوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ: وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لاَ, فَيَقُوْلُ: كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ: فَمِمَّا يَتَعَـوَّذُوْنَ؟ فَيَقُولُوْنَ: مِنَ النَّـارِ, فَيَقُوْلُ: وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ: اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِـكَةِ : فُلاَنٌ لَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَـاجَةٍ فَيَقُوْلُ هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُم                                               

    “Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok Malaikat yang berkeling di jalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berzikir. Apabila mereka menemukan sekolompok orang yang berzikir kepada Allah, mereka saling menyeru, 'Kemari lah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu, mereka mengelilingi orang-orang yang berzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang-orang telah berpisah (bubar dari majlis zikir), para malaikat tersebut berpaling dan naik ke langit (ketempat mereka).

     

    Bertanyalah Allah-subhaanahuuwata'aala-kepada mereka (padahal Dialah yg lebih mengetahui perihal mereka), ‘Darimana kalian semua’? Malaikat berkata, ‘Kami datang dari sekelompok hamba-Mu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepada-Mu.’ Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Apakah mereka pernah melihatKu’? Malaikat berkata, ‘Tidak pernah.’ Allah-subhaanahu wata'aala-berfirman, ‘Seandainya mereka pernah melihat Aku’? Malaikat berkata, ‘Andai mereka pernah melihat-Mu, niscaya akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu dan lebih banyak bertasbih pada-Mu.’

     

    Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku’? Malaikat berkata, ‘Mereka minta surga kepada-Mu.’ Allah-subhaanahuu wata'aala- berfirman, ‘Apa mereka pernah melihat surga?’ Malaikat berkata: ‘Tidak pernah!’ Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?’

    Malaikat berkata, ‘Andai mereka pernah melihatnya, niscaya akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya.’ Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Dari hal apa mereka minta perlindungan?’

    Malaikat berkata, ‘Dari api neraka.’ Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman,  ‘Apa mereka pernah melihat neraka’? Malaikat berkata, ‘Tidak pernah’. Allah-subhaanahuu wata'aala-berfirman, ‘Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka’? Malaikat berkata, ‘Kalau mereka pernah melihatnya, niscaya akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya.’

     

    Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Aku persaksikan kepadamu bahwasa- nya Aku telah mengampuni mereka.’ Salah satu dari malaikat berkata, ‘Di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka, dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah dia akan diampuni juga?).’ Allah-subhaanahuuwata'aala-berfirman, ‘Mereka (termask seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa’.”] Sedangkan, dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir: “Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka”. (HR. Bukhari X1 :209 dan Imam Muslim 1V:2070).

     

    **Hadis riwayat Imam Muslim dari Muawiyah;

    خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَـدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَـيْنَا قَالَاللهُ مَا أجْلَسَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَـنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ :اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُباهِي بِكُمُ المَلآَئِكَةِ

    Nabi-shalllahu 'alaihiwasallam-pergi mendapatkan satu lingkaran dari para sahabatnya, tanyanya;  ‘Mengapa kalian duduk disini?’ Ujar mereka: ‘Maksud kami duduk disini, zikir pada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang telah di berikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi-shalllahu 'alaihiwasallam-;  ‘Demi Allah tidak salah! Kalian duduk hanya lah karena itu'. Mereka berkata; Demi Allah, kami duduk karena itu. Saya (Muhamad shalllahu 'alaihiwasallam), tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian, sebenarnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah Ta'aala telah membanggakan kalian terhadap Malaikat’“ (HR. Muslim [1V:2075]).                                                                                                                   

     

    **Hadis riwayat Al-Baihaqi dari Anas bin Malik, Rasulallah-shalllahu 'alaihi wasallam-bersabda,

     لأَنْ اَقْعُدَنَّ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْفَجْـر ِالَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ اَحَبُّاِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

    Sungguh aku berzikir menyebut (mengingat) Allah Taáala bersama jama’ah usai    sholat Subuh hingga matahari terbit, itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya.”

     

    **Hadis riwayat Abu Daud dan Al-Baihaqi dari Anas bin Malik r.a, Nabi-shalllahu'alaihi wasallam- bersabda: “Sungguh aku duduk bersama jama’ah berzikir menyebut Allah subhaanahuuwata'aala dari sholat ashar hingga matahari terbenam, itu lebih kusukai daripada memerdekakan empat orang budak 

     

    **Hadis riwayat imam Al-Baihaqi, Zaid bin Aslam, dia berkata,

    اِنْطَلَقْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ(صَ) لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ يِرْفَعُ صَوْتَهُ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ (عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَ كِنَّهُ اَوَّاهُ. (رواه البيهاقي   

    Aku pernah berjalan dengan Rasulallah-shalllahu 'alaihi wasallam-di suatu malam.  Beliau melewati seorang lelaki yang sedang meninggikan suaranya di sebuah masjid. Akupun berkata,Wahai Rasulallah, jangan-jangan orang ini sedang riya’.’ Beliau berkata, ‘Tidak! Dia itu seorang awwah (berdoa, mengadu, menghiba kepada Allah).’” (HR. Baihaqi).

    Dalam hadis ini, Rasulallah shalllahu 'alaihi wasallam tidak melarang orang yang meninggikan suara dimasjid (berzikir secara jahar). Bahkan, beliau Saw. mengatakan dia adalah seorang yang banyak mengadu, berdoa pada Allah (beriba hati pada Allah Ta'aala). Sifat awwah itu adalah sifat yang paling baik! Nabi Ibrahim 'alaihissalaam juga termasuk seorang yang awwah (QS.Hud: 75 , QS.at-Taubah : 114).   

                   

    **Hadis dari Abi Said Al-Khudri r.a., dia berkata, Rasulallah shalllahu 'alaihi wasallam. bersabda;                                        اَكْثِرُوْاذِكْرَاللهَ  حَتَّى يَقُولُ اِنَّهُ مَجْنُوْنٌ  

    “Perbanyaklah kalian berzikir kepada Allah sehingga mereka (yang melihat dan mendengar) akan berkata: ‘Sesungguhnya, dia orang gila.’” (HR. Hakim, Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la dan Ibnu as-Sunni).

     

    **Hadis dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata: Rasulallah shalllahu 'alaihi wasallam bersabda;                                                 اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولَ المُنَافِقُوْنَ اِنَّكُمْ تُرَاؤُوْنَ

    “Perbanyaklah kalian berzikir kepada Allah, sehingga orang-orang munafik akan berkata, ‘Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang riya’.’” (HR. Thabrani).

     

    **Imam Suyuthi, dalam kitabnya Natijatul Fikri fil Jahri bid Dzikri berkata, “Bentuk istidlal (penggunaan dalil) dengan dua hadis di atas, ucapan ‘Dia itu gila’ dan ‘Kamu itu riya’’, hanyalah dikatakan kepada orang-orang yang berzikir dengan jahar, bukan dengan lirih (sir).”

     

    **Terdapat riwayat bahwa Umar bin Khatab r.a. berzikir secara jahar, sedangkan sahabat Abu Bakar r.a. dengan suara lirih (sir). Waktu mereka berdua ditanya oleh Rasulallah Saw. mereka menjawab dengan penjelasan seperti diatas itu. Ternyata, Rasulallah shalllahu 'alaihi wasallam membenarkan mereka berdua ini! (Al-Fatawa al-Hadisiyah hal. 56, Ibnu Hajr al-Haitami).  

     

    **Diantara yang membolehkan lagi zikir jahar ini, ulama mutaakhhirin terkemuka Al-Allaamah Khairuddin ar-Ramli, dalam risalahnya berjudul Tau-shilul Murid ilal Murad bi Bayani Ahkamil Ahzab wal Aurad, mengatakan; “Zikir jahar dan tilawah, berkumpul untuk berzikir ,baik itu di majlis ataupun di masjid, sesuatu yang dibolehkan dan disyariatkan berdasarkan hadis (qudsi) Nabi-shalllahu 'alaihi wasallam-, ‘Barangsiapa berzikir kepada-Ku (Allah) dihadapan orang-orang, maka Aku pun akan berzikir untuknya dihadapan orang-orang yang lebih baik darinya’, dan firman Allah Ta'aala ‘Seperti zikirmu terhadap nenek-moyangmu atau zikir yang lebih mantap lagi’ (QS Al-Baqarah [2]:200), bisa juga dijadikan sebagai dalilnya (dalil jahar)”.

     

    Sebagian ulama hanya memakruhkan zikir jahar yang terlalu keras (menjerit-jerit) atau jahar yang tidak keterlaluan tetapi menyebabkan dirinya riya’ atau mewajibkannya sebagai amalan wajib. Berapa banyak perkara yang sebenarnya mubah, tapi karena di wajibkan atau disyariatkan pelaksanaanya dengan cara-cara tertentu akan berubah menjadi makruh, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qari’ dalam Syarhul Miskat, Al-Hashkafi dalam Ad-Durrul Mukhtar dan beberapa ulama lainnya.

     

    **Dalam kitab Natijatul fikri Jahri Bid Zikri tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Imam As-Suyuthi mengenai tokoh Sufi yang membentuk kelompok-kelompok zikir dengan suara agak keras, apakah itu merupakan perbuatan makruh atau tidak? Jawab beliau: “Itu tidak ada buruknya (tidak makruh)! Ada hadis yang menganjurkan zikir dengan suara agak keras (jahar) dan ada pula menganjurkan dengan suara pelan (sirran). Penyatuan dua macam hadis ini yang tampaknya berlawanan, semua tidak lain tergantung pada keadaan tempat dan pribadi orang yang akan melakukan itu sendiri.`

     

    **Imam An-Nawawi, berkaitan dengan masalah membaca secara jahar dan lirih, berpendapat, “Membaca Al-Quran mau pun berzikir lebih utama secara lirih (sir) bila orang yang membaca khawatir untuk riya atau mengganggu orang yang sedang shalat di tempat itu atau orang yang sedang tidur. Di luar situasi seperti ini, zikir secara jahar adalah lebih utama.”

     

    Selain itu, membaca Al-Quran dan zikir secara jahar ini manfaatnya berdampak pada orang-orang yang mendengar, lebih konsentrasi atau memusatkan pendengarannya sendiri, membangkitkan hati pembaca sendiri, hasrat berzikir lebih besar, menghilangkan rasa ngantuk dan lain-lain. Menurut sebagian ulama bahwa beberapa bagian Al-Quran lebih baik dibaca secara jahar, adapun bagian lainnya dibaca secara lirih. Bila membaca secara lirih akan menjenuhkan bacalah secara jahar dan bila secara jahar melelahkan maka baca lah secara lirih.

     

    Sebagian orang senang berzikir secara jahar untuk dapat memerangi bisikan busuk (was-was), godaan hawa nafsu, lebih konsentrasi tidak mudah lengah, dan langsung menyatukan ucapan lisan dengan hatinya, lebih khusyu’ apalagi dengan irama zikir yang enak, menghilangkan ngantuk dan lain-lain.

     

    **Dalam kitab Majmu al-Fatawa ,mengenai majlis zikir, Ibnu Taimiyah di mintai pendapat mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berzikir, membaca Al-Quran, berdoa sambil menanggalkan serban dan menangis, sedangkan niat mereka bukanlah karena riya ataupun membanggakan diri tetapi hanyalah karena hendak mendekatkan diri kepada Allah Ta'aala. Adakah perbuatan-perbuatan ini dibolehkan? Beliau menjawab, “Segala puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semuanya adalah baik dan merupakan perintah syariat (mustahab) untuk berkumpul dan membaca Al-Quran dan berzikir serta berdoa....” (Pertanyaan ini berkaitan dengan majlis zikir yang dilakukan kaum Sufi Syaziliyah di masjid-masjid).

     

    **Ibnu Hajr dalam kitabnya Khatimatul Fatawa mengatakan: “Wirid-wirid, bacaan-bacaan secara jahar yang dibaca oleh kaum Sufi (para penghayat ilmu tasawuf) seusai shalat menurut kebiasaan dan suluh (amalan-amalan khusus yang ditempuh kaum Sufi) sungguh mempunyai akar/dalil yang sangat kuat”..

     

    **Adapun, hadis ‘Sebaik-baik zikir adalah secara lirih (sir) ..‘ riwayat Baihaqi, Ibnu Majah dan Ahmad adalah hadis  lemah. Dalam kitab Sahih Ibn Hibban 3: 91 dan Al-Maqashid Al-Hasanah karangan Al-Sakhawi hal. 207 disebutkan, `Makna -nya (hadis itu) tidak seperti yang dipahami oleh sebagian orang.´ Selanjutnya Al-Sakhawi mengatakan; ‘Maknanya, bahwa menyembunyikan amal, tidak mencari kemasyhuran dan berisyarat kepada seseorang dengan jari jemari tangan itu, lebih baik daripada kebalikannya dan lebih menyelamatkan didunia dan akhirat. Jadi makna zikir–dalam hadis dhoif itu–ialah as-syrah al-dzatiyah (perilaku dzatiyah manusia), yakni, bahwa al-khumul (tidak terkenal/masyhur) itu lebih baik daripada kemasyhuran.

     

    Begitu pula, hadis diatas dalam sanadnya ada tiga jalur (thariq) yang mengandung tiga ilal (kelemahan atau penyakit); Muhamad bin Abdurrahman bin Abu Sayibah dan Al-Laitsi, keduanya lemah. Adapun, riwayat Ibn Abi Syaibah dari Sa’d bin Abu Waqash itu munqathi’ah (terputus, yakni menjadi mursalah). 

    Imam as-Suyuthi mengatakan kata-kata 'Sebaik-baik' dalam suatu hadis berarti Keutamaan, bukan yang lebih utama. Hadis diatas ini ,umpama sahih, bukan menunjukkan kepada buruknya atau dilarangnya zikir secara jahar, karena banyak riwayat hadis sahih yang mengarah pada bolehnya zikir secara jahar.

    Kaum Mukmin dianjurkan berzikir setiap saat. Baik dalam keadaan junub, haid, nifas (kecuali bacaan ayat Al-Qurannya) maupun dalam keadaan suci, sedang sibuk atau lenggang waktu, sedang berbaring atau duduk dan pada setiap tempat. Itulah yang dimaksud firman Allah Ta'aala antara lain dalam surah An-Nisa [4]:103. Zikir semacam ini boleh dilaksanakan terus menerus! Lain halnya dengan shalat, ada syarat dan waktu-waktu tertentu yang tidak boleh melakukn shalat, umpama: orang yang sedang haid, nifas, junub (harus mandi dulu).

    Wallahua'lam

    Silahkan ikuti kajian berikutnya.