Berjabat Tangan Setelah Shalat

Berjabat Tangan Seusai Shalat

Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita, setelah selesai shalat berjama’ah, saling berjabat tangan. Namun, kelompok Pengingkar menganggap hal itu sebagai bid’ah munkar (haram). Berikut akan kita bahas masalah berjabat tangan dan hukumnya, baik setelah shalat ataupun sebelum shalat.

 

Bersalaman antar sesama muslim memang sangat di anjurkan oleh Nabi Saw. Hal itu dimaksudkan agar persaudaraan semakin kuat, persatuan semakin kokoh. Ketika bertemu, kita di anjurkan untuk saling bersalaman, bahkan jika ada saudara muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya setelah melaksanakan ibadah haji, disunnahkan saling berangkulan (mu’anaqah). Berikut, beberapa hadis Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam berkenaan dengan masalah ini:

 

**Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam ketika berjumpa dengan para sahabat- nya senantiasa memberi salam dan berjabat tangan. Anas r.a. berkata, “Para sahabat Nabi shalllahu'alaihiwasallam apabila berjumpa mereka saling bersalaman. Dan ketika mereka kembali dari bepergian, mereka berpelukan.” (HR. Bukhari).

 

**Dari Qatadah bin Di’amah r.a. berkata, “Saya berkata kepada Anas bin Malik, ‘Apakah mushafahah (bersalaman) itu dilakukan oleh para sahabat Rasul?’ Anas menjawab, ‘ya.’ ”

 

**Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad, ia shalat subuh bersama Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam. Lalu, setelah shalat para jamaah berebut untuk menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (HR. Bukhari, hadis no. 3360).

 

**Diriwayatkan dari al-Barra bin Azib r.a., Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah.” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah).

 

**“Sesungguhnya seorang mukmin bila bertemu dengan mukmin lainnya mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk berjabat tangan, pasti akan gugur dosa-dosa mereka berdua, sebagaimana gugurnya daun dari pohon -nya.” (HR. Abu Daud).

 

**Bila salah seorang diantara kalian bertemu saudaranya, hendaknya ia ucapkn salam. Bila kedua telah terhalang oleh pohon, dinding atau batu, lalu bertemu kembali, hendaknya ia kembali mengucapkan salam padanya.” (HR. Abu Daud). 

Riwayat-riwayat tersebut juga disahihkan oleh para ulama Wahabi-Salafi, antara lain Al-Albani dalam Silsilah Ash-Sahihah no. 525, 526, 2004, 2692. 

 

**Imam Nawawi menyatakan, bersalaman sangat baik di lakukan. Sempat di tanyakan, ‘Bagaimana dengan bersalaman  yang dilakukan seusai shalat’? Menurut Imam Nawawi, salaman seusai shalat adalah bid’ah mubahah dengan rincian hukum sebagai berikut, jika dua orang yang bersalaman sudah bertemu sebelum shalat maka hukum bersalamannya mubah, dianjurkan. Namun, jika keduanya belum bertemu sebelum shalat berjamaah, hukum bersalamannya menjadi sunnah, sangat dianjurkan.(Fatawi Al-Imam An-Nawawi). 

 

Hadis-hadis di atas menunjuk pada mushafahah secara umum, yang meliputi mushafahah setelah shalat maupun di luar shalat. Jadi, pada intinya mushafahah itu benar-benar di syariatkan baik setelah shalat maupun dalam waktu-waktu lainnya. Berdasarkan hadis-hadis inilah, ulama Syafi’iyah mengatakan, bersalaman setelah shalat hukumnya sunnah. Kalaupun, perbuatan itu di katakan bid’ah (hal baru) karena tidak ada penjelasan mengenai keutamaan bersalaman usai shalat, bid’ah yang dimaksud disini adalah bid’ah mubahah, yang di perbolehkan..

 

Dalam riwayat-riwayat di atas, disebutkan juga bahwa berjabat tangan bisa menebus dosa jika seorang Mukmin ketika bertemu dengan Mukmin lainnya mengucapkan salam dan berjabat tangan. Bahkan, sebagian ulama mengatakan, orang yang shalat itu seperti orang yang ghaib (tidak ada di tempat karena bepergian atau lainnya). Setelah shalat, seakan-akan dia baru datang dan bertemu dengan saudaranya. Maka, ketika itu, di anjurkan untuk berjabat tangan. Keterangan ini, diperoleh dari kitab Bughyatul Musytarsyidin. Jadi, bisa disimpulkan, hukum bersalaman setelah shalat adalah mubah (boleh), bahkan menjadi sunnah jika sebelum shalat kedua orang itu belum bertemu. 

 

Dalam hadis-hadis Nabi shalllahu'alaihiwasallam di atas, tidak ada isyarat yang melarang berjabatan tangan bila sudah bertemu dan tidak ada juga isyarat yang mewajibkan waktu-waktu tertentu dibolehkn berjabat tangan. Dengan demikian, berjabat tangan antara sesama jenis muslim boleh dilakukan setiap waktu, apalagi setelah lama berpisah. Dengan hadis-hadis itu, cukup jelas buat kita bahwa berjabat tangan antara sesama jenis sangat besar manfaat dan pahalanya sebagai sunnah Nabi shalllahu'alaihiwasallam. Berjabat tangan setelah shalat boleh saja, yang penting kita tidak mensyariatkanya, jadi kita anggap amalan mubah saja. 

 

Andaikan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam atau para sahabat tidak mencontohkan tentang berjabat tangan setelah usai shalat, ini bukan berarti orang yang mengamalkan jabatan tangan setelah shalat hukumnya haram mutlak. Orang boleh mengamalkan apa saja seusai shalat, selama amalan tersebut baik dan tidak berlawanan dengan yang telah digariskan oleh syariat.

 

Memutuskan bid'ah mungkar (haram) dan halal pada suatu amalan, harus berdalil dari hadis Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam yang jelas dan tegas, bukan hanya dengan alasan bahwa Rasul shalllahu'alaihiwasallam atau para sahabat tidak pernah mengamalkannya. Golongan pengingkar ini sering memahami kalimat hadis secara  tekstual dan mudah menvonis suatu amalan haram, sesat, syirik dan lain sebagainya. Bila ada beberapa ulama yang mengatakan bid’ah pada suatu amalan, mereka langsung menvonis bahwa amalan tersebut haram untuk diamalkan. Padahal, tidak semuanya bid’ah itu haram untuk diamalkannya.

Wallahu a’lam.

Silahkan ikuti kajian berikutnya.