Tabaruk dari Keringat, Rambut dan Kuku Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
Tabaruk dari Keringat, Rambut dan Kuku Nabi shallallahu'alaihiwasallam.
Nabi shallallahu'alaihiwasallam sedang tidur siang di rumah Ummu Sulaim, keringat beliau shallallahu'alaihiwasallam ditampung oleh Ummu Sulaim pada sebuah botol. Ketika Nabi shallallahu'alaihiwasallam terbangun dan bertanya, ‘Apa yang engkau lakukan?’. ‘Ya Rasulallah kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami.’ Nabi-shallallahu'alaihiwasallam-menjawab, ‘Ashabti, engkau benar.’(HR. Muslim, IV:1815; Musnad Ahmad III: 221-226).
Dari Anas bin Malik, beliau berkata, “Ummu Salamah selalu menghamparkan tikar kulit untuk Nabi, kemudian beliau-shallallahu'alaihiwasallam-tidur di atas hamparan tersebut. Sewaktu beliau-shallallahu'alaihiwasallam-tertidur, ia (Ummu Salamah) mengambil keringat dan rambut Nabi, dan diletakkan dalam botol dan di kumpulkan dalam tempat minyak wangi.” (Shahih al-Bukhari, VII: 14).
Ibnu Hajar memberi syarah hadis ini, “Dengan menyebutkan rambut dalam kisah ini, sangatlah mengherankan. Sebagian orang menyatakan, rambut beliau terurai ketika berjalan. Kemudian, ketika aku melihat riwayat Muhamad bin Sa’ad yang masih samar. Riwayat itu, memiliki sanad (jalur) yang sahih dari Tsabit bin Anas, bahwa sewaktu Nabi-shallallahu'alaihiwasallam-mencukur rambutnya di Mina, Abu Thalhah mengambil rambut beliau dan menyerahkan- nya kepada Ummu Salamah. Dia, meletakkannya dalam tempat minyak wangi. Ummu Salamah berkata, ‘beliau-shallallahu'alaihiwasallam-datang ke (rumah) ku dan tidur di atas hamparan milikku sehingga keringat beliau mengalir (terkumpul).’”(Fathul Bari, XI: 59; Kitab Thabaqat al-Kubra, VIII: 313).
Abu Hurairah r.a berkata, seorang laki-laki menemui Nabi-shallallahu'alaihi wasallam-berkata, “Ya Rasulallah, saya akan menikahkan anak perempuan saya, saya ingin sekali engkau membantu saya dengan apapun. Nabi-shallallahu 'alaihiwasallam-bersabda, ‘Aku tidak punya apa-apa.’ Rasulallah-shallallahu 'alaihiwasallam-bersabda, ‘Tapi besok datanglah padaku bawa botol yang mulutnya lebar...’ Pada esok harinya, ia datang lagi, Nabi-shallallahu'alaihi wasallam-meletakkan kedua sikunya di atas botol dan keringat beliau-shallallahu'alaihiwasallam-mengalir memenuhi botol itu.’” (Fathul Bari, VI: 417; Sirah Dahlan, II: 255; Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, VI: 25).
Kita tidak tahu apa yang dilakukan sahabat dengan sebotol keringat itu. Mungkin digunakan sebagai minyak wangi–seperti Ummu Salamah–atau mewasiatkan pada ahli warisnya supaya botol (walau keringatnya sudah kering) dikuburkan bersama jasadnya (seperti Anas bin Malik). Ini, tidak lain mengenang dan memuliakan Atsar (bekas) serta tabaruk yang berkaitan dengan orang yang dicintai.
Kenyataan ini, berarti menunjukkan bahwa Rasulallah shallallahu'alaihiwasallam membenarkan dan meridhai perbuatan para sahabat tersebut. Beliau-shallallahu 'alaihi wasallam-juga sebagai contoh bagi umatnya, bila perbuatan tersebut sebagai pengkultusan atau mengakibatkan syirik, beliau-shallallahu'alaihiwasallam-tidak akan mengizinkan dan melakukannya.
Usman bin Abdullah bin Muwahhab menuturkan, “Keluarga aku menyuruhku datang kepada Ummul Mukminin Ummu Salamah dengan membawa air dalam sebuah mangkuk. Ia keluar membawa wadah air terbuat dari perak. Didalam- nya terdapat beberapa guntingan rambut Rasulallah-shallallahu'alaihi wasallam-. Ketika itu, orang yang menderita sakit mata atau penyakit lainnya mengirim pesuruh kepadanya membawa wadah (makhdhabah), yang lazim digunakan untuk mencelupkan sesuatu. Usman bin Abdullah berkata lebih lanjut, ‘Aku mencoba melihat apa yang berada dalam genta, ternyata kulihat ada guntingan-guntingan rambut (Nabi shallallahu'alaihiwasallam) berwarna kemerah-merahan.’”(HR. Bukhari dalam Al-Libas bab Man Yudzkaru Fi asy-Syaib)
Imam Al-Aini mengatakan,keterangan mengenai soal di atas, sebagai berikut, “Ummu Salamah menyimpan sebagian dari guntingan rambut Rasulallah, yang berwarna kemerah-merahan, ditaruh dalam sebuah wadah seperti genta. Banyak orang ketika sakit bertabaruk pada rambut beliau-shallallahu'alaihi wasallam-dan mengharap kesembuhan dari keberkahan rambut tersebut. Mereka mengambil sebagian dari rambut itu lalu dicelupkan ke dalam wadah berisi air, kemudian mereka meminumnya. Tidak lama kemudian penyakit mereka sembuh. Keluarga Usman mengambil sedikit air itu, ditaruh dalam sebuah wadah dari perak. Mereka, lalu meminumnya dan ternyata penyakit yang mereka derita sembuh. Setelah itu, mereka menyuruh Usman mencoba melihat dan ternyata dalam genta itu terdapat beberapa guntingan rambut berwarna kemerah-merahan.” (Umdatul-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari, XVII: 79).
Sewaktu Muawiyah akan wafat, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung dan selendang juga sebagian rambut Nabi. (Al-Ishabah, III: 400, Tarikh Damsyiq, jilid 59 halaman 229 dan Sirah al-Halabiyah, III: 109). Sewaktu Umar bin Abdul Aziz hendak wafat, ia membawa rambut dan kuku Nabi-shallallahu 'alaihiwasallam-seraya berkata, “Jika aku wafat maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku.” (Kitab at-Thabaqat, V: 406 tentang Umar bin Abdul Aziz).
Baluran mayat (hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar rambut Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-. (Kitab at-Thabaqat, VII: 25 tentang Anas bin Malik).
Salah seorang putra Fadhl bin Ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada Abu Abdillah (yaitu Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas, beliau berkata, “Ini adalah bagian rambut Nabi-shallallahu'alaihi wasallam-.” Abu Abdillah mewasiatkan agar sewaktu beliau wafat hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada kedua belah matanya, sedang satu sisanya di letakkan pada lidahnya. (Shifat as-Shafwah, II: 357).
Dari Abdullah bin Muhib, beliau berkata, “Istriku menyuruhku untuk pergi ke Ummu Salamah dengan membawa gelas berisikan air–dengan pegangan tangan Israil seukuran tiga jari–dan terdapat di dalamnya sepotong rambut Nabi-shallallahu'alaihiwasallam-. Jika terdapat seseorang yang terkena penyakit mata ataupun sesuatu (yang lain), akan dikirim kepadanya alat pemacar (pewarna rambut–pen.). Kemudian kulihat dengan berjinjit, ternyata di situ kudapati terdapat rambut merah.” (Shahih al-Bukhari, VII: 207).
Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya mengetengahkan riwayat dari Ibnu Sirin yang menuturkan, Ubaidah As-Salmani menyampaikan hadis tersebut kepadaku. Kemudian ia berkata, “Jika aku mempunyai sehelai saja dari rambut beliau shallallahu'alaihiwasallam, itu lebih kusukai daripada semua perak dan emas, serta apa saja yang berada di permukaan bumi dan dalam perutnya.”
Riwayat yang disebut oleh Al-Mala dalam As-Sirah, “Ketika Abu Thalhah membagikan beberapa helai rambut Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam- kepada sejumlah sahabat, Khalid bin Al-Walid minta agar ia diberi rambut ubun-ubun beliau-shallallahu'alaihiwasallam-. Abu Thalhah memberi apa yang diminta oleh Khalid. Terbukti berkah rambut ubun-ubun milik beliau-shallallahu'alaihiwasallam-itu Khalid sering meraih kemenangan dalam berbagai peperangan.” (Umdatul Qari Syarh Al-Bukhari, VIII: 230-231).
Dari Anas bin Malik r.a, beliau berkata, “Aku melihat Rasulallah-shallallahu 'alaihiwasallam-sedang di pangkas rambutnya oleh tukang potong, sedang para sahabat mengerumuninya dan mereka tidak membiarkan sehelaipun rambut beliau-shallallahu'alaihiwasallam-jatuh, melainkan di salah satu tangan mereka” (Kitab Shahih Muslim [syarah Imam Nawawi jilid 15:83]; Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, III: 591; Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, VII: 68; Kitab as-Sirah al-Halabiyah, III: 303; Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, V:189 dan Kitab Musnadaat Ibnu Malik hadis ke-11955).
Dari Abdullah bin Zaid, beliau berkata, “…Rasulallah-shallallahu'alaihi wasallam-dipangkas rambutnya dengan mengenakan baju, lalu beliau-shallallahu'alaihiwasallam-memberikannya (rambut) kepada orang-orang (sahabat) untuk dibagi. Kemudian, beliau-shallallahu'alaihiwasallam-memotong kuku yang kemudian diberikan kepada sahabatnya. Ia (Abdulah bin Zaid) berkata, ‘Aku dapati hal itu diwarnai dengan pacar, yaitu, rambut beliau-shallallahu'alaihiwasallam-’”. (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, IV:630 hadis ke-16039; Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, I: 68; Majma’ az-Zawa’id, IV: 19).
Dari Abu Bakar, beliau berkata,“Tiada Fath (penaklukan tanpa peperangan .red) terbesar yang dilakukan Islam melainkan Fath Hudaibiyah. Akan tetapi, kala itu, orang-orang banyak yang kurang memahami hubungan antara Muhamad-shallallahu'alaihiwasallam-dengan Tuhannya…Suatu hari, ketika haji Wada’, aku melihat Suhail bin Amr berdiri di tempat penyembelihan (binatang kurban).
Ia berdiri dekat dengan Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-bersama unta- nya, saat beliau menyembelih unta dengan tangannya sendiri. Kemudian beliau memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut kepalanya. Aku melihat Suhail memunguti rambut beliau-shallallahu'alaihiwasallam-yang berjatuhan. Aku melihatnya, meletakkan (rambut tadi) di kelopak matanya. Aku mengingat keengganan beliau-shallallahu'alaihiwasallam-(untuk menghapus), sehingga beliau menetapkan pada hari Hudaibiyah untuk menulis kata Bismillahir-Rahmanir-Rahim”.(Kitab Kanzul Ummal karya Muttaqi al-Hindi al-Hanafi, X: 472 hadis-30136).
Dari Ibnu Syirin, beliau berkata, “Aku berkata kepada Ubaidah, ‘Kami memiliki rambut Nabi-shallallahu'alaihiwasallam-. Kami mendapatkannya dari Anas ataupun dari keluarga Anas’. Ia bekata, ‘Jika aku memiliki selembar rambut saja maka akan lebih kusukai dari pada dunia beserta isinya’”. (Shahih al-Bukhari, I: 51).
Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dibenarkan Al-Hafizh dan dikutip dalm kitab Siyar A’lam an-Nubala jilid 21 halaman 212, karya Adz-Dzahabi (salah seorang murid Ibnu Taimiyah), pernah juga bertabaruk kepada sehelai rambut Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-.
Hal itu, sebagaimana dituturkan oleh Abdullah bin Ahmad (putra Imam Ahmad): “Saya pernah melihat ayahku mengambil sehelai rambut Rasul-shallallahu'alaihiwasallam-lalu dicium dengan mulutnya. Bahkan, saya pernah melihatnya menempelkan rambut Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-pada matanya, kemudian mencelupkannya dalam air, lalu diminumnya air itu bertabaruk mohon kesembuhan. Saya pernah juga melihat ayahku memegang piring Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-,kemudian dicucinya, lalu ia minum air yang berada dipiring itu. Saya pun pernah melihat ayahku minum air Zam-zam bertabaruk mohon kesembuhan, dan setelah itu ia mengusap-usap tangan dan mukanya dengan air tersebut”.
Wallahua'lam
Silahkan baca uraian selanjutnya
Maak jouw eigen website met JouwWeb