Memegang Tongkat Waktu Berkhutbah

Memegang Tongkat Waktu Berkhutbah

Sebagian golongan muslimin antara lain kaum wahabi-salafi khususnya, ada yang membid‘ahkan memegang tongkat waktu khutbah jumat. Golongan ini bila membid’ahkan suatu amalan berarti mengharamkan amalan tersebut, karena menurut faham mereka hanya ada satu bid’ah yakni bid’ah dholalah/ sesat.

 

Sedangkan golongan lain memandang sebagai perkara Sunnah. Amalan demikian itu, mempunyai dasar dalil dari Rasullah shalllahu 'alaihiwasallam. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis Rasulallah shalllahu 'alaihi wasallam yang berkaitan dengan masalah ini.  Sebagian mengatakan,  memegang tongkat itu bagian dari sunnah atau kesempurnaan khutbah Jumat.

 

Sebagian lainnya, memandang hal itu bukan bagian dari urusan khutbah Jumat, sebab di luar khutbah pun Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam pada masa tuanya sering memegang tongkat. Walaupun, dengan alasan yang berbeda-beda ini, tetapi dinyatakan juga bahwa Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam memegang tongkat waktu berkhutbah.

 

Berikut beberapa hadis dan fatwa para pakar yang dijadikan dalil untuk berpegang tongkat waktu berkhutbah:

 

**Dari Al-Hakim bin Hazn Al-Kalafi r.a berkata,

“Aku datang kepada Nabi shalllahu'alaihiwasallam dan tinggal bersamanya beberapa hari hingga melakukan shalat Jumat bersamanya. Beliau berdiri (khutbah) dengan berpegangan pada busur panah atau tongkat”. (HR Abu Daud dan Ahmad). Berdasarkan hadis ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu menyebutkan, jumhur ulama menetapkan, berpegangan pada tongkat saat khutbah Jumat merupakan bagian dari sunnah khutbah.

 

Salah seorang perawi hadis diatas yaitu Syihab bin Harasy Abu As-Shalt, oleh Ibnul Mubarak dikatakan sebagai perawi yang tsiqah. Ahmad, Yahya bin Mu’in serta Abu Hatim mengatakan bahwa Syihab itu perawi yang la ba'sa bihi, yakni tidak ada masalah dengannya.

 

Adapun Ibnu Huzaimah dan Ibnu Sakan menyatakan bahwa derajat hadis ini sahih. Al-Hafidh Ibnu Hajar pensyarah Sahih Bukhari mengatakan, bahwa orang-orang mempercayai perawi ini (Syihab).

 

Al-Hafidh meng-hasan-kan isnad-nya dan menegaskan bahwa terdapat syahid (penguat) hadis ini yaitu hadis Al-Barra' bin Azib yang mengatakan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam memegang busur panah pada hari 'Ied dan berkhutbah dengan memegang -nya (HR Ahmad, At-Thabarani dan Abu Daud). Derajat hadis ini, dinyatakan sahih oleh Ibnu As-Sakan.

 

**Riwayat yang serupa diatas dari Al-Hakam bin Hazn bahwa Nabi shalllahu 'alaihiwasallam berdiri pada hari jum’at (bertumpu pada tongkat atau busur panah) lalu memuji dan menyanjung Allah…...sampai akhir hadis. [HR. Abu Dawud nr1096]. Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 4:526 berkata, ini hadis hasan. Di hasankan juga oleh Al-Albani dalam “Sahih Abi Dawud”. Namun, sebagian ulama ada yang mendhaifkannya. Ibnu Katsir berkata di Irsyaadul Faqih 1:196, sanad- nya tidak kuat.

 

**Dari Syu’aib bin Zuraidj at-Tha’ifi, ”Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur”. (Sunan Abu Dawud hal.824). Komentar As-Shan ’ani, hadis ini menjelaskan tentang ‘sunnahnya khatib memegang pedang atau semacamnya, pada waktu menyampaikan khutbahnya.’ (Subulus Salam, juz II, hal 59).

 

**Diriwayatkan dari Said bin Aidz, "Sesungguhnya Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam ketika berkhutbah dalam kondisi perang, beliau memegang busur panah. Dan manakala berkhutbah untuk shalat jum'at beliau memegang tongkat" (Sunan Ibnu Majah, 1096). 

 

Berikut ini, kami kutip fatwa para ulama dari kalangan mazhab 'Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah':

 

**Imam Malik rohimahullah berkata, “Diantara perkara yang di anjurkan untuk para imam yang naik mimbar, hendaknya berkhutbah pada hari jum’at dengan membawa tongkat yang mereka gunakan untuk bertumpu saat berdiri. Inilah, yang kami lihat dan dengar.” (Al-Mudawinah Al-Kubra jilid 1 hal.151). Kitab ini pegangan ulama mutaakhiriin Malikiyah, sebagaimana tercantum di Jawahirul Iklil (1/97) dan Hasiyah Al Adswakhi (1/ 382).

 

**Imam Syafi’i rohimahullah. ,dalam kitab Ringkasan Al-Umm ,terjemahan, jilid 1:279, berkata, “Imam yang berkhutbah sebaiknya bersandar atau memegang tongkat, busur atau yang serupa dengannya.” Kitab Al-Umm sebagai pegangan ulama mazhab Syafi’iyah sebagaimana tercantum di Nihaayatul Muhtaj jilid 2 hal.326 dan Hasiyah Khulyubi wa Umairah. 

**Imam Syafi’i berkata, “Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasuluallah shalllahu'alaihiwasallam berkhuthbah beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat pegangan. Ar-Rabi’ mengabarkan dari imam Syafi’i dari Ibrahim dari Laits dari Atha bahwa Rasulallah Saw. jika berkhutbah memegang tongkat pendek untuk dijadikan pegangan. (al-Umm, juz I, hal 272).  

 

**Al-Buhuti Al-Hanbali  berkata, “Dianjurkan  memegang pedang, busur panah atau tongkat dengan salah satu tangannya.” (Kasyaful Qana’ jilid 2 hal. 36) dan Al Inshaf 2/397) .

 

**Menurut Imam al-Ghazali diantara fungsi memegang tongkat tersebut adalah; "Apabila muazin telah selesai (azan), khatib berdiri menghadap jama'ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain.” (Ihya Ulumudin 1: hal. 180).

 

Jumhur ulama menjadikan hadis-hadis tadi, sebagai dasar masyru'iyah kesunnahan memegang tongkat saat berkhutbah Jumat. Hal ini dilakukan para pakar Islam dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan lain sebagai nya) Dan sebagian dari mereka menyebutkan hikmahnya, antara lain untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian pula yang ditulis dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59. Dengan demikian kesunnahan memegang tongkat saat berkhutbah adalah sunnah Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam.

 

Ada sebagian ulama mengatakan di dalam hadis memegang  tongkat waktu berkhutbah, terdapat perawi yang dhaif (lemah).  Umpamanya benar demikian, tidak ada salahnya untuk mengamalkan hadis dhoif selama tidak berlawanan dengan hadis sahih, apalagi kenyataannya masih ada hadis yang sahih.

Wallahua’lam. 

Silahkan ikuti kajian berikutnya.

Maak jouw eigen website met JouwWeb