Dalil-dalil orang yang membantah shalat tarawih 20 rakaat

Mereka yang tidak menyetujui shalat tarawih 20 rakaat, berdalli sebuah hadis riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari siti Aisyah r.a:

“Nabi shalllahu'alaihiwasallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 rakaat baik dibulan ramadhan mau pun selainnya”. Berdasarkan hadis ini, menurut mereka, shalat tarawih itu hanyalah 8 rakaat di tambah tiga rakaat witir. Mereka ini mengatakan hadis-hadis lain yang menunjukkan bahwa shalat tarawih itu 20 sebagai hadis-hadis dhaif/lemah!.

 

Jawaban

Apa yang diriwayatkan oleh siti Aisyah itu adalah shalat Nabi shalllahu'alaihi wasallam yang beliau lihat. Hal ini tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam pernah melakukan shalat yang lebih dari 11 rakaat karena Aisyah r.a adalah salah satu dari sembilan isteri Nabi shalllahu 'alaihiwasallam. Tidaklah mungkin Nabi shalllahu'alaihiwasallam setiap malam di rumah siti Aisyah r.a, sehingga hal itu bisa ditetapkan sebagai hukum yang pasti. Aisyah r.a hanya menceriterakan kepada kita tentang shalat Nabi shalllahu 'alaihiwasallam yang beliau lihat.

 

Siti Aisyah pernah bersaksi bahwa beliau sama sekali tidak pernah menyaksikn Nabi Saw. melakukan shalat dhuha sebagaimana yang tersebut dalam shahih Muslim hadis dari Syihab dari Urwah dari Aisyah, dimana beliau berkata,

“Saya sama sekali tidak pernah menyaksikan Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam melakukan shalat dhuha dan saya (Aisyah ra) sendiri melakukannya.” Seperti ini juga ke saksian Aisyah r.a dalam hal shalat dhuha.

 

Padahal, dalam beberapa hadis Nabi shalllahu'alaihiwasallam bahwa beliau terus menerus melakukan shalat dhuha dan berwasiat kepada Abu Hurairah r.a agar tidak meninggalkannya. Hadis riwayat imam Muslim dari Abi Hurairah, beliau berkata, “Kekasihku tercinta (yakni Nabi Muhamad shalllahu'alaihi wasallam) berpesan kepadaku dengan tiga hal. Aku tidak akan meninggalkan- nya selama hidupku, yakni puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha dan tidak tidur sebelum shalat witir”.

 

Diriwayatkan juga dalam sahih Muslim dari Abdurrahman bin Abi Laila, beliau berkata, “Tidak seorang pun yang memberitahu saya bahwa dia melihat Nabi shalllahu'alaihiwasallam shalat dhuha kecuali Ummu Hani. Sesungguhnya beliau telah menceriterakan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam masuk kerumahnya pada hari pembukaan kota Mekkah lalu beliau shalat delapan rakaat. Saya sama sekali tidak pernah melihat beliau melakukan shalat yang lebih ringan dari shalat ini, hanya saja beliau tetap menyempurnakan ruku dan sujudnya”. 

 

Dengan adanya riwayat diatas maka perkataan Aisyah r.a  bahwa Nabi shalllahu 'alaihiwasallamtidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat pada bulan ramadhan adalah, menurut yang Aisyah ketahui. Dan hal itu tidaklah menutup kemungkinan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam melakukan shalat yang lebih banyak dari itu ditempat para isteri beliau lainnya. Hal itu telah disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu Abbas, Zaid dan para sahabat yang lain

 

Imam Ahmad bin Hanbal dalam tambahan musnadnya hadis dari sayidina Ali k.w., beliau berkata: “Rasulallah Saw. pernah melakukan shalat malam sebanyak 16 rakaat selain shalat yang difardhukan.

 

Begitu juga riwayat imam Muslim dalam kitab sahihnya dari Ibnu Abbas r.a, beliau berkata, “Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam pernah melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat”.

Begitu pula riwayat imam Muslim dari Zaid bin Khalid Al- Juhani, bahwa beliau berkata, “Demi Allah, saya benar-benar menyaksikan dengan teliti shalat Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam pada suatu malam. Ternyata beliau shalat dua rakaat yang ringan, kemudian dua rakaat lagi yang panjang, dua rakaat lagi yang panjang, dua rakaat lagi yang panjang, kemudian dua rakaat yang lebih panjang dari sebelumnya, kemudian dua rakaat yang lebih panjang dari sebelumnya. Lalu Zaid bin Khalid Al-Juhani menyebutkan hadis tersebut hingga beliau berkata, ‘Kemudian Rasulallah shalat witir’ maka berjumlah 13 rakaat.’

 

Karena itu, Al-Qodhi Iyadh berkata, ‘Para ulama berpendapat bahwa dalam hadis-hadis itu masing-masing dari Ibnu Abbas, Zaid, sedangkan Aisyah r.a hanyalah menceriterakan apa yang beliau lihat dari Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam. Tidak ada perselisihan bahwa shalat malam (termasuk tarawih) tidak ada ketentuan jumlah rakaatnya secara pasti, sehingga (orang) boleh menambah atau mengurangi. Shalat malam itu termasuk amalan taat kita kepada Allah subhaanahuuwata'aala yang apabila bertambah jumlahnya, bertambah pula pahalanya’.

 

Al-Hafidh Ibnul Iraqi berkata dalam kitabnya Tharhut Tatsrib, “Para ulama telah sepakat bahwa shalat malam itu tidak memiliki ketentuan rakaat yang pasti. Sedangkan adanya perbedaan riwayat hanya dalam hal berapa rakaat yang dikerjakan oleh Nabi shalllahu'alaihiwasallam.”

 

Sebagai bukti shalat malam itu tidak memiliki batasan rakaat yang tertentu adalah hadis marfu’ riwayat Ibnu Hibban dari Abu Hurairah r.a: “Lakukanlah shalat witir sebanyak lima, tujuh, sembilan atau sebelas rakaat atau yang lebih banyak dari itu”. Hadis ini disahihkan oleh Ibnul Iraqi sebagaimana tersebut dalam kitab Nailul Authar dan Tuhfatuz Zaakirin.

 

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa jilid 1, berkata;

{{“Sesungguhnya sahabat Ubay bin Ka’ab melakukan shalat tarawih bersama jamaah bulan ramadhan dengan 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Banyak para ulama berpendapat bahwa itulah yang sunnah, karena Ubay bin Ka’ab melakukannya ditengah-tengah orang Muhajirin dan Anshor dan tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya. Ulama yang lain memandang baik jika dilakukan 39 rakaat dengan alasan bahwa itu amalan penduduk Madinah sejak dulu.

Kelompok ulama yang lain berpendapat bahwa shalat tarawih itu 13 rakaat, tetapi mereka kurang mantap dengan pendapatnya ini, sebab sunnah khulafaur Rosyidin dan yang dilakukan oleh kaum muslimin menetapkan 23 rakaat (20 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir).

 

Yang benar bahwa semua pendapat itu baik, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dan juga karena ibadah malam dibulan ramadhan itu tidak ditentukan jumlah rakaatnya. Oleh karenanya, memperbanyak jumlah rakaat atau menguranginya tergantung pada lama atau sebentarnya ketika berdiri. Disebutkan dalam hadis bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam lama berdiri dalam shalat malam, beliau dalam satu rakaat membaca surat Al-Baqarah, surat Ali Imran dan surat An-Nisa. Maka lamanya berdiri itu sudah mencukupi dari memperbanyak rakaat.

Karena lamanya berdiri takut memberatkan jamaah maka dimasa Umar bin Khatab Ubay bin Ka’ab shalat dengan 20 rakaat, sebagai ganti lamanya berdiri (membaca ayat-ayat yang tidak panjang) dan melipat-gandakan jumlahnya rakaat. Bahkan, ada sebagian ulama salaf yang melakukan shalat tarawih 40 rakaat.”}} Demikianlah Ibnu Taimiyah.

 

Beginilah dalil-dalil yang dikemukakan mayoritas kaum muslimin, yang melakukan shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Pendapat para ulama–yang dikemukakan tadi–membuktikan betapa tercelanya orang yang berkata, “Siapapun yang melakukan shalat tarawih melebihi 11 rakaat (termasuk 3 rakaat witir) adalah pelaku Bid’ah yang sesat dan dia sama halnya melakukan shalat dhuhur 5 rakaat dan shalat sunnah fajar 4 rakaat. Dia juga seperti orang yang shalat dengan 2 kali ruku dan beberapa kali sujud (didalam tiap rakaatnya).”

 

Ucapan seperti itu, adalah kesalahan yang sudah jelas. Bagaimana mereka bisa meng-qiyaskan shalat fardhu dengan shalat sunnah dan penambahan shalat tarawih dibulan ramadhan sama seperti penambahan shalat fardhu. Orang awam saja akan bisa membedakan antara shalat sunnah dhuha 4 rakaat dengan orang yang shalat wajib dhuhur 5 rakaat. Orang awam pun akan mengatakan bahwa meninggalkan shalat wajib/fardhu adalah perbuatan dosa besar sedang- kan meninggalkan shalat tarawih bukanlah perbuatan dosa karena ia hanyalah shalat sunnah.

 

Semoga dengan semua keterangan dalam bab bid’ah yang singkat dan sederhana ini, insya Allah bisa membuka hati kita masing-masing agar tidak mudah mensesatkan, mengkafirkan atau ucapan bid’ah munkar dan sebagainya sesama muslim yang mengamalkan amalan-amalan yang tidak keluar dari garis syariat Islam atau yang jelas tidak diharamkan menurut nash yang sahih. Apalagi amalan-amalan yang masih ada dalilnya dan fatwa pakar islam.

Wallahua'lam

Semoga Allah subhaanahuuwata'aala memberi hidayah dan mengampunkan dosa kaum muslimin semuanya. Amin

Silahkan ikuti kajian berikutnya pada Bab 5.

Maak jouw eigen website met JouwWeb