Pendapat para ulama

Mari kita ikuti lagi beberapa riwayat dan pendapat para ulama masalah memangkas atau memendekkan jenggot:

 

**Dalam kitab Fiqih Sunnah ,terjemahan, oleh Sayid Sabiq cet. pertama tahun 1973, jilid 1 bab ‘sunnah-sunnah dan fitrah’ dari hal. 73 sampai dengan hal. 83 dan pada hal. 76 antara lain disebutkan yang termasuk sebagai sunnah dan fitrah ialah;

“Membiarkan jenggot dan memangkasnya tidak sampai jadi lebat, hingga seseorang tampak berwibawa. Jadi jangan dipendekkan seakan-akan dicukur jangan pula dibiarkan demikian rupa hingga kelihatan tidak terurus, hendaklah diambil jalan tengah karena demikian itu, adalah baik.  Dalilnya ialah hadis dari Ibnu Umar r.a: “Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda: ‘Laini lah orang orang musyrikin…”. (Disepakati oleh para ahli hadis sementara Bukhori menambahkan: ‘Bila Ibnu Umar naik haji atau umrah di pegang jenggotnya dan mana-mana yang berlebih di pangkas’).

Dengan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa melebatkan jenggot atau memendekkannya termasuk amalan sunnah bukan wajib. Karenanya, sayid Sabiq menulis masalah ini dalam bab Sunnah-Sunnah dan Fitrah. Demikianlah tulisan sayid Sabiq. 

 

**Hadis Riwayat imam Muslim, 'Laini lah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkan lah kumis dan panjangkanlah jenggot’.

Imam An-Nawawi dalam syarah sahih Muslim menyatakan, zahir hadis diatas adalah perintah untuk memanjangkan jenggot atau membiarkan jenggot tumbuh panjang seperti apa adanya.

Pendapat Imam An-Nawawi ini disanggah oleh Imam Al-Bajiy. Beliau menyatakan yang dimaksud dengan memanjangkan jenggot adalah, bukan membiarkan jenggot panjang seluruhnya tetapi sebagian jenggot saja. Karena jika jenggot telah tumbuh lebat, lebih utama untuk dipangkas sebagiannya dan disunnahkan panjangnya yang serasi.

 

**Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah dan Ibnu Umar memangkas jenggotnya jika panjangnya telah melebihi genggaman tangan. Ini menunjukkan bahwa jenggot tidak dibiarkan memanjang begitu saja–sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi–akan tetapi boleh saja di pangkas asalkan tidak sampai habis atau di pangkas bertingkat-tingkat (Imam Zarqani, Syarah Zarqani, juz 4, hal. 426).

 

**Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasul shalllahu'alaihiwasallam memangkas sebagian dari jenggotnya hingga panjangnya sama.

 

**Imam Malik juga memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh di pelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) harus dipangkas. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot kecuali saat haji dan umrah saja (Imam An-Nawawi, Syarah Sahih Muslim hadis no. 383 dan Al-Hafidh Ibnu Hajar, Fath al-Bari hadis. No. 5442). 

 

**Menurut Imam Ath-Thabari, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ulama tidak menetapkan panjang tertentu tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot hingga panjangnya serasi dan tidak merendahkan (kelihatan kurang rapi) dirinya.

 

**Dalam kitab Al-Halal wal Haram hal. 93 Syeikh Yusuf Qordhowi menjelaskan sebagai berikut:

“Dalam hal mencukur jenggot terdapat tiga pendapat: a. Haram, pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dan yang lainnya. b. Makruh, pendapat ini disebutkan dalam kitab Al-Fath dari Qodhi Iyadh dan tidak disebutkan dari selain beliau. c. Mubah, pendapat ini diketengahkan oleh sebagian ulama mutaakhirin.  Mungkin dari tiga pendapat ini yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan makruh.                                                                                           

 

Hal ini karena perintah memelihara jenggot–sebagaimana tersebut dalam hadis itu–tidaklah menunjuk hukum wajib secara pasti meskipun disebutkan bahwa illatnya adalah untuk membedakan diri dengan orang-orang kafir. Persamaan yang dekat untuk hal ini ialah, adanya perintah didalam hadis untuk menyemir uban agar berbeda dengan orang-orang yahudi dan nashara, ternyata sebagian sahabat tidak melaksanakannya.

 

Ini menunjukkan bahwa perintah tersebut hukumnya sunnah. Memang benar, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa ulama salaf mencukur jenggotnya. Namun, mungkin saja itu dikarenakan mereka tidak ada keperluan untuk mencukur jenggot dan juga karena itu telah menjadi kebiasaan mereka”.  Demikian lah tulisan Syeikh Yusuf Qordhowi.

 

**Syeikh Dr Ahmad Syarbashi dalam kitabnya Yas’aluunaka fid din wal-hayat jilid VI/370 menjelaskan sebagai berikut:

“Sebagian fuqoha (para ahli fiqih) memandang bahwa memelihara jenggot itu termasuk satu perkara wajib. Jumhur ulama memandangnya sebagai perkara sunnah yang apabila dikerjakan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa. Dan sebagian ulama mutaakkhirin memandang bahwa memelihara jenggot adalah satu perbuatan yang tidak masuk dalam substansi perkara-perkara agama”.

Wallahua'lam

Silahkan ikuti kajian berikutnya.