Hukum menjatuhkan talak tiga sekaligus

Terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) para Ulama mengenai masalah talak tiga yang diucapkan sekaligus. Mencermati berbagai literatur fiqih di antaranya al-Majmû‘ karya Imam al-Nawawî (631-676 H.), Bidâyat al-Mujtahid karya Ibnur Rusyd (w. 565 H), dan al-Fiqh al-Islâmî wa-Adillatuh karya Syekh Wahbah al-Zuhailî, tentang masalah ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam.

Pertama, pendapat yang menghukumi talak tiga yang diucapkan sekaligus adalah jatuh talak tiga. Ini pendapat Empat Imam Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi‘i, Hanbalî), serta pendapat Ibnu Hazm Az-Zhâhirî. Pendapat ini manqûl (diambil) dari pendapat jumhur sahabat, di antaranya Khulafâ’ur Rasyidun (selain Abu Bakar RA), Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Amar, Ibnu ‘Abbâs, Ibn Mas’ûd, Abû Hurairah, dan para tabi’in.

Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa talak tiga sekaligus hanya jatuh talak satu. Ini pendapat Dâwud Az-Zhâhirî (mazhab Zhahiriyah selain Ibnu Hazm), Ibnu Ishâq, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Pendapat ini, yang awalnya pendapat Abu Bakar RA, dipilih dan di laksanakan dalam undang-undang Mesir tahun 1929, dan undang-undang Suriah tentang Hukum Keluarga (Qânûn al-Ahwâl al-Syakhshiyyah) Pasal 91-92.

Ketiga, pendapat yang menafsil (memerinci), yakni memisahkan antara istri yang sudah digauli oleh suami yang menalaknya dan istri yang belum digauli oleh suaminya. Talak tiga yang diucapkan sekaligus terhadap istri yang sudah digaulinya, maka jatuh talak tiga, tetapi terhadap istri yang belum digaulinya, maka jatuh talak satu (talak raj’i).

Pandangan ketiga ini adalah pendapat murid-murid Ibnu Abbas RA di antaranya ‘Atha’, Sa‘îd bin Jubair, Abûs Sya‘tsâ’, ‘Amar bin Dînâr, yang merupakan mazhab Ishâq bin Râhawiyah.
Dalilnya antara lain, HR Abû Dâwud: ”Taukah kamu bahwa bila seseorang menalak istrinya tiga kali sebelum ia berhubungan badan dengannya mereka menjadikan (menghukumi)nya talak satu?” (Lihat An-Nawawi, Kitâb Al-Majmû‘, [Jedah, Maktabah Al-Irsyâd: tanpa tahun], juz XVIII, halaman 275).

Keempat, pendapat yang menyatakan bahwa talak tiga sekaligus tidaklah jatuh talak sama sekali (laysa bisyai’), sebab merupakan bid‘ah muharramah (bid’ah yang diharamkan), tertolak dan batal, sebab menyalahi prosedur Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang talak. Ini pendapat Al-Hajâj bin Arthâh, Muhammad bin Ishâq.

Berikut di antara referensi tentang jatuhnya talak tiga tersebut:

وإيقاع الثلاث للإجماع الذي انعقد في عهد عمر على ذلك ولا يحفظ أن أحدا في عهد عمر خالفه في واحدة منهما. ثم قال: فالمخالف بعد هذا الإجماع مُـنـابذٌ لـه، والجمهور على عدم اعتبار مَن أحدث الاختلاف بعد الاتفاق.ا

Artinya, “Jatuhnya talak tiga-dalam kasus mengucapkan talak tiga sekaligus-itu karena ijmak yang terjadi pada masa pemerintahan ‘Umar bin ‘Affân, dan tidak tercatat adanya seseorang pada masa beliau menentang pendapatnya tersebut… Maka orang yang menyalahi atau menentang setelah ada ijma’ ini berarti menentang pendapat beliau, dan Jumhur ulama memandang tidak ada penilaian terhadap orang yang membuat perbedaan pendapat setelah terjadi persepakatan tentang hukum tersebut.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalânî, Syarh Shahîhil Bukhârî [Beirut, Dârul Ma‘rifah: 1379 H], juz X, halaman 364).

 

Dalam kitab Fiqih empat mazhab ‘Al-fiqih ‘Alal Mazaahabil Arba’ah’ jilid IV/341 disebutkan, “Apabila seseorang mentalak tiga isterinya sekaligus, umpama berkata kepada istrinya ‘Engkau tertalak tiga’ maka jatuhlah sebanyak bilangan yang diucapkannya (yakni talak tiga), itu menurut mazhab yang empat dan itulah fatwa segolongan besar ulama Islam.” 

 

Dalil-dalil hadis yang berkaitan dengan talak tiga sekaligus

**Hadis riwayat imam Bukhori bahwa Aisyah r.a berkata, “Seorang lelaki mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus,  kemudian mantan istrinya itu kawin (dengan lelaki yang lain). Suaminya yang kedua itupun mentalaknya. Maka ditanyakan kepada Nabi shalllahu'alaihiwasallam, ‘Apakah ia halal untuk suaminya yang pertama’?       

                                                                                                                             

Nabi shalllahu'alaihiwasallam menjawab, ‘Tidak, sehingga suaminya yang kedua itu merasakan manis nya sebagaimana telah dirasakan oleh suaminya yang pertama’”. Dalam riwayat Bukhori yang lain ditsebutkan bahwa nama suami pertama wanita itu ada lah Rifa’ah al-Qurazhi dan nama suaminya yang kedua adalah Abdurrahman bin Zubair.     

                                                                                                 

Dalam hadis ini jelas, bahwa talak tiga sekaligus adalah jatuh tiga karena Nabi shalllahu'alaihiwasallam mengatakan, ‘wanita itu boleh kawin lagi dengan suaminya yang pertama apabila dia dengan suami yang kedua itu telah merasakan manisnya pergaulan (bersetubuh). 

 

**Hadis riwayat Bukhori tentang seorang lelaki bernama Umar al-Ajlani telah melakukan mula’anah (kutuk mengutuk) dengan istrinya. Sesudah terjadinya mula’anah itu, ia berkata kepada Nabi shalllahu'alaihiwasallam, “Wahai Rasulallah, kalau saya tahan juga wanita itu, tentu saya dianggap bohong. Maka ditalaklah isterinya itu dengan talak tiga sekaligus, sebelum diperintahkan oleh Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam.” 

 

Dalam hadis pertama diatas diterangkan, Rifa’ah al-Qurazhi  mengatakan kepada Nabi shalllahu'alaihiwasallamdia telah mentalak isterinya ,bukan dihadapan Nabi shalllahu'alaihiwasallam, dengan talak tiga sekaligus. Sedangkan dalam hadis kedua diatas, perceraian tersebut terjadi justru dihadapan Nabi shalllahu'alaihiwasallam. Pada kedua peristiwa tersebut beliau shalllahu'alaihiwasallam tidak marah atau melarangnya bahkan menerima dengan baik. Inilah bukti yang kuat bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh tiga. Inilah pula yang di namakan takrir atau ketetapan Nabi yang derajatnya sama dengan ucapan Nabi shalllahu'alaihiwasallam sendiri. 

 

**Hadis riwayat imam Nasa’i: “Fatimah binti Qais berkata, ‘Aku pernah mendatangi Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dan berkata, ‘Saya adalah anak wanita keluarga Khalid, sesungguhnya suamiku si fulan telah mengirim talak (talak tiga) kepada saya dan saya minta nafkah berikut perumahan kepada keluarganya namun mereka enggan memberinya’…. Fatimah berkata, ‘(mendengar itu) Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda, ‘Nafkah dan perumahan hanyalah untuk wanita yang mana suaminya masih boleh rujuk kepadanya.’ ”

 

Dalam keterangan hadis yang lain disebutkan, ‘nama suami Fatimah binti Qais itu Abu Umar bin Hafash dari Bani Makhzum. Dia ini mengirimkan surat talak kepada istrinya si Fatimah yang berasal dari suku Khalid bin Walid. Fatimah mengadukan hal ini kepada Rasul shalllahu'alaihiwasallam dan mengabarkan bahwa dia telah meminta kepada keluarga suaminya agar memberikan nafkah iddah dan juga perumahan. Namun, keluarga suaminya enggan memberikan karena telah ditalak tiga sekaligus. Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam justru membenarkan tindakan keluarga suami Fatimah. Jawaban beliau shalllahu 'alaihiwasallam, ‘Nafkah dan perumahan hanyalah untuk wanita yang mana suaminya masih boleh rujuk kepadanya.’” Ini membuktikan bahwa talak tiga sekaligus memang terjadi dizaman Nabi shalllahu'alaihi wasallam. 

 

**Hadis semakna diatas diriwayatkan juga  Ibnu Majah dari Amir as-Syu’bi, beliau berkata, “Saya berkata kepada Fatimah binti Qais; ‘kabarkanlah kepada saya tentang perceraian engkau’. Maka jawabnya: ‘Suamiku telah menjatuhkan kepadaku talak tiga sekaligus, ketika dia sedang di Yaman dan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam membolehkan yang demikian itu.’ “

 

**Hadis riwayat imam Baihaqi dari Nu’man bin Abi Iyasi, dia pernah duduk disamping Abdullah bin Zubair dan Ashim bin Umar, lalu datang Muhamad Iyas bin Bakir dan berkata, “Sesungguhnya seorang lelaki Badui telah mentalak isterinya dengan talak tiga sekaligus sebelum ia mencampuri istrinya. Bagaimana pendapat anda berdua? Ibnu Zubair berkata, ‘Dalam masalah ini kami tidak punya pendapat, pergilah kepada Ibnu Abbas dan Abi Hurairah…’ Muhamad bin Iyas segera pergi menuju Ibnu Abbas dan Abi Hurairah dan menanyakan masalah tersebut.

 

Berkata Ibnu Abbas kepada Abi Hurairah–radhiyallahu‘anhuma–, ‘berilah dia fatwa wahai Abu Hurairah. Sesungguhnya dia datang kepadamu dalam keadaan ragu’.  Maka berkata, Abu Hurairah,; ‘Talak satu wanita itu menjadi ba’in dan talak tiga menyebabkan dia haram kecuali setelah dia menikah dengan suami yang lain’. Ibnu Abbas menyetujui fatwa Abu Hurairah itu”. Beliau berdua tidak mencela talak tiga sekaligus. Demikian juga halnya Aisyah. (Hadis ini juga tercantum dalam kitab Al-Umm V/139).

 

**Hadis riwayat Thabrani dan Baihaqi dari Suaid bin Ghaflah, dia berkata: {{“Pernah Aisyah al-Khats’amiyah berada disamping suaminya Hasan bin Ali. Berkata sayidina Hasan kepada istrinya, ‘Ali k.w. telah di bunuh’. Istrinya berkata, ‘Engkau akan disulitkan masalah khilafah (pemerintahan)’. Hasan berkata, ‘Ali telah dibunuh namun engkau menampakkan celaan, pergilah engkau dan engkau aku talak tiga’. Maka istrinya itu menutup badannya dengan kain dan duduk sendirian sambil menanti habis iddahnya.

 

Sayidina Hasan mengirim kepadanya sisa dari maharnya dan ditambah dengan 10 ribu dirham sebagai sedekah. Tatkala utusan Hasan datang membawa kiriman tersebut, berkatalah (mantan) istrinya itu, ‘Ini adalah harta yang sedikit dari sang kekasih yang telah menceraikan’.                                                               

Tatkala ucapan ini terdengar oleh Hasan menangislah ia, lalu berkata, Andai saja aku tidak mendengar kakekku (Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam) atau ceritera Ayahku (Ali bin Abi Thalib k.w) bahwa ia telah mendengar kakekku bersabda, ‘Mana saja seorang lelaki yang mentalak istrinya dengan talak tiga ketika sucinya atau pada ketika apapun, tidaklah dia halal baginya sehingga istrinya menikah dengan suami yang lain’, tentu aku akan merujuknya.’‘’ }}

Hadis ini sebagai dalil bahwa talak tiga sekaligus adalah jatuh tiga, dan wanita yang tertalak itu tidak boleh dirujuk kembali.

Wallahua’lam.   

 

Silahkan ikuti kajian berikutnya