Membaca Ushalli sebelum takbiratul ihram

Membaca Ushali sebelum Takbiratul Ihram

Sebagian orang muslimin ada yang membid’ahkan ucapan ushalli. sebelum takbiratul ihram ketika shalat. Masalah ini disebut juga dengan masalah talaffudh bin niyah (mengucapkan niat dengan lisan), sesaat menjelang takbiratul ihram. Memang niat itu cukup didalam hati. Akan tetapi, untuk memantapkan hadirnya niat didalam hati, boleh dibantu dengan lisan yakni melafazkan niat itu terlebih dahulu sebelum menghadirkannya didalam hati. Dengan demikian melafazkan niat adalah termasuk amalan lisan. Tidak lain tujuan dari talaffudh bin niyah ini menurut kitab-kitab fiqih adalah, ‘Agar lidah menolong hati’.

 

Umpama kita hendak shalat shubuh, mengucapkan Ushalli fardhos subhi rakataini lillahi ta’ala (saya shalat wajib subuh dua rakaat karena Allah ta’ala), tentu semua sepakat bahwa ini adalah kalimat yang baik bukan kalimat yang buruk. Allah jallajalaaluh telah berfirman: “Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik”. (QS Al-Faathir:10).

 

Dalil-dalil yang berkaitan dengan talaffudh bin niyah  

**Diriwayatkan dari Abubakar Al-Muzanni dari Anas r.a: “Aku pernah mendengar Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan, ’Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melakukan haji dan umrah’“. (HR. Bukhori Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam mengucapkan niat dengan lisan ketika melakukan haji dan umrah.

 

**Diriwayatkan dari Aisyah r.a, beliau berkata, “Pada suatu hari Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda kepadaku, ’Wahai Aisyah, apakah ada padamu sesuatu untuk di makan’? Aisyah menjawab, ’Wahai Rasulallah, tidak ada pada kami sesuatu pun’. Mendengar itu Rasulallah bersabda, ’Kalau begitu hari ini aku puasa’ “. (HR. Muslim).

 

**Diriwayatkan dari Jabir r.a, beliau berkata, “Aku pernah shalat Idul Adha bersama Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam, ketika beliau hendak pulang di- bawakan seekor kambing. Lalu beliau menyembelihnya sambil berkata, ‘Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara umatku”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi). Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam mengucapkan niat dengan lisan ketika beliau menyembelih kurban.

 

**Dalam kitab Az-Zarqan, syarah dari Al-Mawahib Al-Ladun-niyah karangan Imam Qasthalani jilid X/302 disebutkan, “Terlebih lagi dalam fatwa para sahabat kita (ulama syafi’iyah) bahwa sunnah mengucapkan Ushalli itu. Sebagian ulama mengqiyaskan hal tersebut pada riwayat dalam kitab Shahihain (kitab Bukhori, Muslim).

(Pertama riwayat Muslim) hadis dari Anas bahwa beliau mendengar Nabi shalllahu'alaihiwasallam bertalbiyah (niat) untuk haji dan umrah secara bersamaan (Haji Qiran) sambil berkata, ‘Labbaik, sengaja saya mengerjakan umrah dan haji’. 

 

Sedangkan dalam riwayat Bukhori dari Umar bahwa beliau mendengar Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda ketika tengah berada di Wadi Aqiq, ‘Shalatlah engkau dilembah yang penuh berkah ini dan ucapkan, Sengaja aku umrah didalam haji.’ Semua ini jelas menunjukkan adanya pelafadzan niat. Hukum dengan nash juga bisa dengan qiyas (diqiyaskan dari nash tersebut)”.

Demikianlah uraian Imam Qasthalani tentang alasan disunnahkannya ucapan Ushalli.

 

Fatwa para pakar ulama empat mazhab

**Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj menyebutkan, “Niat itu tempatnya di dalam hati dan disunnahkan melafazkannya sesaat sebelum takbir”. 

 

**Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12, “Dan di sunnahkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya, walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnahan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”. 

 

**Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437, “Dan disunnahkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan.”

 

Memperhatikan pernyataan Ibnu Hajar dan Imam Ramli diatas, menunjukkan adanya semangat ijtihad dikalangan para ulama agar sebelum niat dalam hati, sebaiknya diucapkan dulu niat tersebut, agar setelah itu hati kita dapat lebih mantap (khusyu) melakukannya. Memang sangat dirasakan manfaat dari pengucapan dengan lisan itu. Contoh sederhana, ketika kita menghitung dalam hati saja dengan satu, dua, tiga dan seterusnya  kemungkinan hati menjadi bimbang atau ragu hitungan bilangannya. Akan tetapi, apabila mengucapkan satu, dua, tiga dan seterusnya itu disertai dengan lisan kita, hati kita lebih mantap dalam melakukan perhitungan.

 

**Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fighul Islami jilid 1/767 menyebutkan, “Disunnahkan melafazkan niat menurut jumhur ulama ulama selain mazhab Maliki”. Dalam kitab yang sama jilid 1/214 disebutkan, “Menurut mazhab Maliki bahwa yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang was-was, maka disunnahkanlah baginya melafazkan, agar hilang dari padanya keragu-raguan.”

 

Dengan keterangan diatas dapat kita simpulkan

“Sunnah melafazkan niat shalat atau membaca ushalli-sesaat menjelang takbiratul ihram-dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan). Fatwa semacam itu adalah fatwa mazhab Hanafi, Syafi’i dan mazhab Hambali. Adapun mazhab Maliki disunnahkan hanya bagi yang berpenyakit was-was saja. Oleh karena itu, bila ada yang mengatakan talaffudh bin niyyah sebagai amalan bid’ah berarti menuduh Imam Mazhab yang empat beserta seluruh pengikutnya sebagai pelaku bid’ah ! Menurut keyakinan golongan pengingkar, semua bid’ah itu sesat dan akan masuk neraka“. 

Wallahua’lam.  

Silahkan ikuti kajian berikutnya.

Maak jouw eigen website met JouwWeb