Ziarah kubur bagi wanita

Hingga kini kaum wanita––pelaksana haji atau umrah di Makkah dan Madinah masih tetap dilarang oleh ulama mazhab wahabi-salafi untuk berziarah di kuburan Baqi’ (Madinah) dan di Ma’la (di Makkah). Bahkan, mencela para peziarah dengan sebutan “penghamba kubur”.

 

Mazhab Wahabi-Salafi melarang wanita ziarah kubur berpegang kepada kalimat hadis yang diriwayatkan di kitab-kitab As-Sunan, kecuali Bukhari dan Muslim, “Allah melaknat para  wanita yang menziarahi kubur” (Mushannaf Abdur -razzaq, jilid 3 hal. 569). Sebenarnya, hadis ini telah di hapus (mansukh) dengan hadis yang menyebutkan bahwa Aisyah r.a. menziarahi kuburan saudaranya yang ditulis  Ad-Dzahabi dalam kitab Sunan al-Kubra, Abdurrazaq dalam Mushannaf, al-Hakim An-Naisaburi dalam Mustadrak.

 

Lebih detail, para ahli hadis menyatakan bahwa hadis Allah melaknat para wanita yang menziarahi kubur melalui tiga jalur utama: 1. Hasan bin Tsabit. 2. Ibnu Abbas. 3. Abu Hurairah [rhadiyallahu'anhum].

Ibnu Majah dalam kitab Sunannya jilid 1 hal. 502 menukil hadis tersebut melalui tiga jalur diatas. Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya jilid 3 hal.442 menukil hadis tersebut melalui jalur Hasan bin Tsabit, dalam kitab yang sama jilid 3 hal. 337/356 melalui jalur Abu Hurairah. At-Turmudzi dalam kitab al-Jami’ As-Sahih jilid 2 hal. 370 hanya menukil dari satu jalur saja yaitu Abu Hurairah. Abu Dawud dalam kitab Sunannya jilid 3 hal. 317 hanya menukil melalui satu jalur yaitu Ibnu Abbas. Adapun, Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadis itu.

 

Dari jalur pertama yang berakhir pada Hasan bin Tsabit–dinukil oleh Ibnu Majah dalam Sunannya 1/502 dan Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/442–terdapat perawi bernama Abdullah bin Usman bin Khatsim. Semua hadis yang di riwayatkan olehnya dinyatakan tidak kuat/lemah oleh para ahli hadis. Hal itu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Daruqi dari Ibnu Mu’in dan Ibnu Abi Hatim.An-Nasa’i mengatakan, “Ia  sangat mudah meriwayatkan (menganggap remeh periwayatan–pen.) hadis.” (Mizan al-I’tidal jilid 2 hal. 459). Dan melalui jalur ini terdapat pribadi seperti Abdurrahman bin Bahman, tidak ada yang meriwayatkan hadis darinya, selain Ibnu Khatsim. Ibnu al-Madyani mengatakn “Aku tidak mengenal pribadinya.” (Mizan al-I’tidal jilid 2 hal. 551).

 

Dari jalur kedua–yang dinukil Abu Dawud dalam Sunan-nya 3/317–yang berakhir pada Ibnu Abbas r.a. terdapat perawi bernama Abu Saleh yang aslinya bernama Badzan. Abu Hatim berkata tentang Badzan, “Hadis-hadis dia tidak dapat dipakai sebagai dalil.” An-Nasa’i menyatakan, “Dia bukanlah orang yang dapat dipercaya.”(Tahdzib al-Kamal jilid 4 hal. 6).

 

Dari jalur ketiga–yang dinukil Imam Ahmad dalam Musnadnya jilid 3 hal. 337/ 356 dan At-Tirmidzi dalam kitab al-Jami al-Sahih 2/370–yang berakhir pada Abu Hurairah r.a. terdapat pribadi seperti Umar bin Abi Salmah yang disebut An-Nasa’i sebagai orang yang tidak kuat dalam periwayatan.

Karena itu, Ibnu Khuzaimah menyatakan, hadis dari Umar bin Abi Salmah tidak dapat dijadikan dalil. Ibnu Mu’in mengatakan, “Dia orang yang lemah.” Adapun, Abu Hatim menyatakan, “Hadisnya tidak dapat dijadikan dalil.” (Lihat Kitab Siar A’lam an-Nubala jilid 6 hal. 133). Mungkin karena sanad hadisnya tidak sehat ini, imam Bukhari dan imam Muslim tidak meriwayatkan hadis tadi.

 

Salah seorang ulama mazhab Wahabi ,Syaikh Nashiruddin Albani, menyatakan: “Di antara sekian banyak hadis tidak kutemui hadis-hadis yang menguatkan hadis ‘Allah melaknat perempuan-perempuan yang menziarahi kubur’. Sebagai- mana tidak kutemui hadis-hadis lain yang dapat memberi kesaksian atas hal tersebut. Hadis ini, penggalan dari hadis:

“Laknat Allah atas perempuan-perempuan yang menziarahi kubur dan orang-orang yang menjadikan (kuburan) sebagai masjid dan tempat yang terang benderang” yang disifati sebagai hadis lemah (dha’if). Walaupun, sebagian saudara-saudara dari pengikut Salaf (baca: wahabi-salafi) suka menggunakan hadis ini sebagai dalil. Namun, saya nasihatkan kepada mereka agar tidak menyandarkan hadis tersebut kepada Nabi, karena hadis itu adalah hadis yang lemah.”(kitab Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa Atsaruha as-Salbi fil Ummah, hal. 260).

 

Tetapi sayangnya, sampai sekarang kaum wanita–pelaksana haji atau umrah di Makkah dan Madinah–masih tetap dilarang ulama golongan ini untuk ziarah di kuburan Baqi’ (Madinah) dan Ma’la (Makkah) atau untuk menziarahi para keluarga dan sahabat Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam. Bahkan, mereka menvonis dengan sebutan penghamba Kubur (Quburiyun) dan berkeras kepala menyatakan bahwa ziarah kubur bagi perempuan adalah haram menurut ajaran Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam dan para Salaf Saleh!!

 

Adanya hadis yang memakruhkan atau melarang wanita ziarah kubur ,bila ini sahih, karena pada umumnya sifat wanita itu lemah, sedikitnya kesabaran sehingga mengakibatkan jeritan tangis yang meraung-raung (An-Niyahah), menampar pipinya sendiri dan perbuatan-perbuatan jahiliyah, Begitu juga, sifat wanita senang berhias atau mempersolek dirinya sedemikian rupa atau tidak mengenakan hijab sehingga dikuatirkan–dengan campur baurnya antara lelaki dan wanita–mereka ini tidak bisa menjaga dirinya di pekuburan itu sehingga menggairahkan para ziarah kaum lelaki..Ini semua tidak dibenarkan oleh agama Islam. Hal tersebut dipertegas dalam kitab I’anatut Thalibin jilid 2/ hal.142

 

Al-Hafidh Ibnu Arabi (435-543H) ,pensyarah hadis Tirmidzi, dalam mengomentari masalah ini berkata, “Yang benar adalah bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihiwasallam membolehkan ziarah kubur untuk laki-laki dan wanita. Jika ada sebagian orang menganggapnya makruh bagi kaum wanita, hal itu dikarenakan lemahnya kemampuan wanita itu untuk bersikap tabah dan sabar sewaktu berada di atas pekuburan atau dikarenakan penampilannya yang tidak berhijab (menutup auratnya) dengan sempurna.” Kalimat serupa, dinyatakan dalam kitab at- Taajul Jami lil Ushul jilid 2 hal.381, kitab Mirqah al-Mafatih karya Mulla Ali Qari jilid 4 hal. 248.

 

Al-Imam Al-Qurthubi berkata, “Laknat yang disebutkan didalam hadis adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafaznya menunjukkan mubalaghah (berlebih-lebihan). Dan kemungkinan hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami, berhias diri belebihan dan akan memunculkan teriakan, raungan-raungan dan semisalnya. Jika semua hal tersebut tidak terjadi, tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita untuk ziarah kubur, sebab mengingat mati diperlukan bagi laki-laki maupun wanita”. (Lihat: Al Jami’ li Ahkamul Qur`an). 

 

Kebolehan kaum wanita berziarah kubur, tersirat dalam hadis yang diriwayatkn Imam Muslim, Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam bersabda kepada Aisyah r.a.: “Jibril telah datang padaku seraya berkata;

                       إنَّ رَبَّك بِأمْرِك أنْ تَـأتِيَ أهْلَ البَقِيْع وَتَسْتَغْفِرِلَهُمْ 

‘Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu (Aisyah) untuk menziarahi para penghuni perkuburan Baqi’, untuk engkau mohonkan ampun bagi mereka.’” Kata Aisyah, “Wahai Rasulallah, apa yang harus aku ucapkan bagi mereka?”

Sabda beliau shallallâhu‘alaihiwasallam;                

قُوْلِيْ: السَّـلاَمُ عَلََى أهْـلِ الدِّيَـارِ مِنَ المُؤْمِنـِيْنَ وَالمُسْلِمِيْنَ  وَيَرْحَمُ الله   المُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالمُسْتَأخِرِيْنَ, وَإنَّا إنْشَاءَ الله بِكُمْ لآحِقُوْن

“Ucapkanlah: ‘Semoga salam sejahtera senantiasa tercurah bagi para penduduk perkuburan ini dari orang-orang beriman dan orang-orang Islam, semoga Allah merahmati orang-orang kami yang terdahulu maupun yang terkemudian, insya Allah kami pun akan menyusul kalian.’” (HR. Muslim). 

Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Semoga salam sejahtera senantiasa tercurahkan bagi para penghuni perkuburan dari orang-orang beriman dan Islam, dan kamipun insya Allah akan menyusul kalian, kami berharap semoga Allah berkenan memberi keselamatan bagi kami dan kalian’.

 

Lebih jelas lagi, dalam hadis riwayat Abdullah bin Abi Mulaikah,

“Pada suatu hari Aisyah r.a datang dari pekuburan maka dia bertanya, ‘Ya Ummul Mukminin, darimana anda?’ Ujarnya, ‘Dari makam saudaraku Abdurrahman.’ Lalu saya tanyakan pula: ‘Bukankah Nabi (shallallâhu‘alaihi wasallam) telah melarang ziarah kubur?’ ‘Benar.’ Ujarnya, ‘Mula-mula Nabi melarang ziarah kubur, kemudian menyuruh menziarahinya.’” (Ad-Dzahabi dalam kitab Sunan al-Kubra jilid 4 hal.131, Abdur Razaq dalam kitab Mushannaf Abdurazaq jilid 3 hal.572/574 dan dalam kitab Mustadrak As- Sahihain karya al-Hakim an-Naisaburi jilid 1 hal.532 hadis ke-1392). Ad-Dzahabi telah menyatakan kesahihannya, sebagaimana yang telah tercantum dalam catatan kaki yang ia tulis dalam kitab Mustadrak karya al-Hakim an-Naisaburi Jilid1 hal: 374.

Dalam kitab-kitab tersebut diriwayatkan juga Sayidah Fatimah Az-Zahrah r.a ,puteri tercinta Rasulullah shallallâhu‘alaihiwasallam, hampir setiap minggu dua atau tiga kali menziarahi para syuhada perang Uhud, khususnya paman beliau Sayidina Hamzah r.a.

 

Sayidah Aisyah r.a.,ummul mukminin istri Rasulallah shallallâhu‘alaihi wasallam dan Sayidah Fatimah ra (sayidatun nisa) putri tercinta beliau shallallâhu‘alaihiwasallam, melakukan ziarah kubur. Apa yang dilakukan mereka adalah sebaik-baik dalil dalam mengungkap hakekat hukum penziarah kubur dari kalangan wanita. Mereka ini sebagia Salaf Saleh, karena Salaf Saleh tidak hanya dikhususkan buat sahabat dari kaum lelaki saja, namun mencakup kaum perempuan juga (shahabiyah).

 

Hadis dari Anas bin Malik r.a.:   

    عَنْ أَنَسٍ إبْنِ مَالِكٍ (ر) مَارَ النَّبِيِّ (ص) بِأَمْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرِفَقَالَ: إِتَّقِي اللهَ واصْبِرِي , فَقَالَتْ: إلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ  بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْـهُ, فَقِيْلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيِّ (ص) فَاتَتْ بَابَـهُ  فَاتَتْ بَابَـهُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِـينَ فَقَالَتْ لَمْ أعْرِفُكَ, فَقَالَ: إِنَّمَا الصَّبْرُعِنْدَ صَدَمَةِ الأُولَى   

“Pada suatu hari Rasulallah (shallallâhu‘alaihiwasallam) berjalan melalui seorang wanita yang sedang menangis di kuburan. Nabi (shallallâhu‘alaih wasallam) bersabda, ‘Takut lah kepada Allah dan sabarlah’. Dia (wanita) berkata, ‘Tinggalkan aku dengan musibah yang sedang menimpa aku dan tidak menimpamu!’ Wanita itu tidak tahu kepada siapakah dia berbicara. Ketika dia diberitahu bahwa orang yang berkata padanya itu adalah Nabi (shallallâhu ‘alaihiwasallam), ia segera datang kerumah Nabi (shallallâhu‘alaihiwasallam) yang kebetulan pada waktu itu tidak dijaga oleh seorang pun. Kata wanita itu, ‘Sesungguhnya saya tadi tidak mengetahui bahwa yang berbicara adalah engkau ya Rasulallah.’

Sabda beliau (shallallâhu‘alaihiwasallam),“Sesungguhnya kesabaran itu hanyalah pada pukulan yang pertama dari datangnya musibah’.  (HR Bukhori dan Muslim). Imam Bukhari memberi judul hadis ini dengan “Bab tentang ziarah kubur.” Ini juga membuktikan bahwa ziarah kubur berlaku baik untuk lelaki maupun wanita (Sahih Al-Bukhari 3/110-116).

 

Begitu juga kalau ziarah kubur bagi wanita di larang tentu Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam melarangnya. Namun, beliau shallallâhu‘alaihi wasallam hanya menasehati wanita itu agar sabar menerima atas kewafatan anaknya (yang di ziarahi tersebut).

 

**Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi 976 disebutkan, “Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadis itu (larangan ziarah kubur bagi perempuan) diucapkn sebelum Nabi shallallâhu‘alaihiwasallam membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu.”

 

Jadi kesimpulannya, ziarah kubur itu tidak disunnahkan untuk wanita bila para wanita sewaktu berziarah melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan atau dimakruhkan agama seperti yang tersebut di atas. Akan tetapi, kalau semuanya ini bisa dijaga dengan baik, tidak ada halangan bagi wanita tersebut untuk berziarah kubur seperti halnya kaum lelaki. Dengan demikian, bukan ziarah kuburnya yang dilarang, tetapi kelakuan wanita yang berziarah itulah yang harus diperhatikan.

 

Masih banyak lagi yang seharusnya di cantumkan disini, insya Allah dengan dalil hadis dan fatwa para pakar hadis diatas, cukup jelas bagi kita bahwa ziarah kubur–bagi lelaki maupun wanita–itu sunnah Rasulallah shallallâhu‘alaihi wasallam.

Wallahu’alam.

 Silahkan ikuti kajian berikutnya

Maak jouw eigen website met JouwWeb