Berkah dan Tabaruk dalam Al-Quran

Berkah dan Tabaruk dalam Al-Quran

Kita sering menjumpai dalam Al-Quran, penggunaan kata “berkah”. Ditegaskn bahwa pemberian berkah hanya berasal dari dan milik Allah semata. Oleh karena itu, kita jumpai ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah memberikan berkah kepada makhluk-makhluk-Nya. Berikut disampaikan sejumlah ayat Al-Quran yang menerangkan bahwa Allah Ta'aala telah memberkati seseorang, sehingga berkah itu terdapat pada diri pribadi-pribadi yang di berkati tersebut:

Berkah yang berkaitan dengan Nabi Nuh 'alaihissalaam beserta pengikutnya, Allah Ta'aala berfirman, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu…” (QS Hud [11]: 48).

 

Berkaitan dengan Nabi Ibrahim 'alaihissalam Allah Ta'aala berfirman, “Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: “Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya..”(QS An-Naml [27]:8).

Berkenaan dengan Nabi Ishak 'alaihissalaam Allah berfirman, “Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq…” (QS As-Shaffat [37]:113).

 

Berkenaan dengan Nabi Isa 'alaihissalaam Allah Ta'aala berfirman, “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada…” (QS Maryam [19]:31).

Selain itu, Allah Ta'aala juga menurunkan berkah kepada beberapa tempat, sehingga tempat itu menjadi tempat yang sakral, antara lain:

Allah telah memberkati Masjidil Haram di Makkah, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS Ali-Imran [3]:98).

 

Allah telah memberkati Masjid al-Aqsa di Palestina: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepada-nya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami…” (QS Al-Isra [17]:1).

 

Allah Ta'aala telah memberi berkah kepada lembah Aiman: “Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah Aiman pada tempat yang di berkahi, dari sebatang pohon kayu…”(QS.Al-Qashash[28]:30).

 

Kadang kala yang menjadi obyek berkah Ilahi adalah sesuatu benda, pohon, dan waktu. Misalnya, Allah Ta'aala telah memberikan berkah kepada pohon zaitun: “Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya)…” (QS An-Nur [24]:35).

 

Allah telah memberkahi air hujan: “Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkati lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam” (QS Qaf [50]:9).

Allah telah memberkati waktu malam di mana Al-Quran diturunkan (lailatul Qadar): “Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi..” (QS Ad-Dukhan [44]:3).

 

Allah telah memberikan pula berkah kepada Al-Quran: “Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwa lah agar kamu diberi rahmat” (QS al-An’am: 155).

 

Firman Allah Jallaajalaaluh mengisahkan tentang pengambilan berkah Bani Israil terhadap ‘Tabut’ (peti) yang di dalamnya tersimpan barang-barang sakral milik kekasih Allah, Nabi Musa 'alaihissalaam.: “Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS.al-Baqarah [2]:248)

 

Menurut riwayat, “peti” itu adalah peti di mana nabi Musa 'alaihissalaam sewaktu bayi telah diletakkan oleh ibunya ke sungai Nil. Bani Israil mengambil peti itu sebagai obyek untuk mencari ‘berkah’ (tabaruk). Setelah Nabi Musa wafat, peti itu disimpan oleh washi (pemegang wasiat) beliau yang bernama Yusya. Didalamnya tersimpan beberapa peninggalan Nabi Musa  yang masih berkaitan dengan tanda-tanda kenabian Musa 'alaihissalaam.

 

Setelah sekian lama, Bani Israil tidak lagi mengindahkan peti tersebut, hingga menjadi bahan mainan anak-anak di jalan-jalan. Sewaktu peti itu masih berada di tengah-tengah mereka, Bani Israil masih terus dalam kemuliaan. Namun, setelah mereka mulai melakukan banyak maksiat dan tidak lagi mengindahkan peti itu, maka Allah Ta'aala menyembunyikan peti tersebut dengan mengangkat nya ke langit. Sewaktu mereka diuji dengan kemunculan Jalut, mereka mulai merasa gundah. Kemudian mereka mulai meminta seorang Nabi yang diutus oleh Allah ketengah-tengah mereka. Allah Ta'aala mengutus Thalut. Melalui dialah para malaikat pesuruh Allah mengembalikan peti yang selama ini mereka remehkan.

 

Az-Zamakhsari menjelaskan tentang apa saja barang-barang yang berada di dalam peti itu: “Peti itu adalah peti Taurat. Dahulu, sewaktu Musa berperang (melawan musuh-musuh Allah), peti itu diletakkan di barisan paling depan sehingga perasaan kaum Bani Israil merasa tenang dan tidak merasa gundah. Adapun, firman Allah,‘dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun’, berupa sebuah papan bertulis, tongkat beserta baju Nabi Musa-'alaihis salaam- dan sedikit bagian dari kitab Taurat” (Lihat Tafsir al-Kasyaf, I:293).

 

Mengenai tabut, Ibnu Katsir dalam kitab Tarikh-nya mengetengahkan keterangan yang ditulis oleh Ibnu Jarir sebagai berikut:  “Mereka, yakni ummat yang disebut dalam ayat di atas setiap berperang melawan musuh selalu memperoleh kemenangan berkat tabut yang berisi Mitsaq (Taurat). Dengan tabut yang berisi sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun itu, Allah menciptakan ketenangan bagi mereka dalam menghadapi musuh. Tabut itu terbuat dari emas yang selalu dipergunakan untuk mencuci (membersihkan) hati para Nabi”. (Al-Bidayah Wan-Nihayah, II:8).

 

Dalam Tafsir-nya Ibnu Katsir juga mengatakan,  dalam Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua buah lembaran Taurat dan pakaian Nabi Harun. Sementara orang mengatakan didalam Tabut itu terdapat sebuah tongkat dan sepasang terompah.(Tafsir Ibnu Katsir, I:313).

 

Al-Qurthubi mengatakan,“Tabut itu diturunkan Allah kepada Nabi Adam 'alaihis salaam dan disimpan turun-temurun hingga sampai ketangan Nabi Ya’qub, kemudian pindah tangan kepada Bani Israil. Berkat tabut itu, orang-orang Yahudi selalu menang dalam peperangan melawan musuh, tetapi setelah mereka berbuat durhaka kepada Allah, mereka dapat dikalahkan oleh kaum Amaliqah dan tabut itu berhasil dirampas dari tangan mereka (kaum Yahudi)”.(Tafsir Al-Qurthubi, III: 248).

 

Lihatlah, betapa Nabi yang diutus oleh Allah kepada Bani Israil itu telah memerintahkan kepada Bani Israil untuk tetap menjaga peninggalan Nabi Musa dan Nabi Harun. Peninggalan itu berupa peti dengan segala isinya yang membawa berkah berupa memberikan ketenangan pada jiwa-jiwa mereka. Pemberian ketenangan melalui peti itu, tidak lain karena Allah Ta'aala telah memberikan berkah khusus kepada peninggalan kedua Nabi mulia tersebut. Kala Bani Israil tidak lagi mengindahkan peninggalan yang penuh barakah itu, Allah  menguji mereka dan tidak lagi memberkahi mereka. Ini sebagai bukti betapa sakral dan berkahnya peninggalan itu, dengan izin Allah Jallaajalaaluh.  

 

Umat yang disebut dalam ayat di atas selalu bertawasul atau bertabaruk dengan Tabut. Mereka bawa kemana-mana peti itu. Hasilnya, mereka selalu menang dalam setiap peperangan atas izin Allah Ta'aala. Apa yang dilakukan oleh umat  itu ternyata tidak dicela atau dipersalahkan oleh Allah Ta'aala.

 

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan tentang pengambilan berkah seorang pribadi mulia seperti Nabi Ya’qub 'alaihissalaam terhadap baju putranya, Nabi Yusuf  Allah Ta'aala berfirman: “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku (baju Nabi Yusuf) ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku” (QS Yusuf [12]:93). Dalam kisah ini, saudara-saudara Nabi Yusuf telah melaksanakan perintah saudaranya itu. Ayah Nabi Yusuf (Nabi Ya‘qub) yang buta akibat selalu menangisi kepergian Yusuf pun akhirnya pulih penglihatannya karena diusap oleh baju Yusuf. Itu semua, berkat ‘barakah’ yang dicurahkan oleh Allah kepada baju/gamis Yusuf.

 

Az-Zamakhsyari memberikan tafsir mengenai hakikat baju Nabi Yusuf 'alaihis salaam sebagai berikut: “Dikatakan: itu adalah baju warisan yang dihasilkan oleh Yusuf dari permohonan (doa). Baju itu datang dari surga. Malaikat Jibril 'alaihissalaam telah diperintahkan untuk membawakannya kepada Yusuf. Di baju itu tersimpan aroma surgawi yang tidak ditaruh ke orang yang sedang mengidap penyakit kecuali akan disembuhkan.” (Tafsir al-Kasyaf, II: 503).

 

Tentu sangat mudah bagi Allah untuk mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub tanpa melalui proses pengambilan berkah semacam itu. Namun, harus kita ketahui hikmah di balik itu. Terkadang AllahTa'aala menjadikan beberapa benda menjadi sumber berkah agar menjadi sebab tercapainya tujuan yang di kehendaki -Nya.

 

Ini juga memberi peringatan kepada manusia bahwa terdapat benda-benda, tempat-tempat, waktu-waktu dan pribadi-pribadi yang memiliki kesakralan.  Hal ini, tidak lain karena mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah Jallaajalaaluh. Oleh karena itu, dapat menjadi sarana agar Allah memberkati orang untuk mencapai kesembuhan dari penyakit, terkabulnya doa, turunnya syafaat dalam pengampunan dosa, dan lain sebagainya.

 

Tidak pelak lagi, tabaruk bukanlah menjadikan‘benda’ seperti mihrab, mimbar ,senjata dsb; ‘tempat’ seperti  rumah, masjid, makam, dsb.; ‘waktu’ seperti peringatan hari wafat, kelahiran (maulud), perkawinan, hijrah, Isra’ Mi’raj, dsb. serta mengenang keutamaan Nabi shallallahu'alaihiwasallam melalui bacaan kitab-kitab, Burdah, Maulid Diba’, Barzanji–dalam rangka mengkultuskan. Akan tetapi, lebih sebagai ‘sarana’ untuk memperoleh berkah dari Allah Ta'aala. Sebab, sumber keberkahan hanyalah satu, Allah Subhaanahuuwata'aala.

 

Sejauh ini, kita dapat melihat bahwa berkah dari Allah turun tidak hanya kepada pribadi insani, tetapi juga kepada benda, ruang dan waktu. Keterangan dari Al-Quran, sunnah dan atsar sahabat Nabi shallallahu'alaihiwasallam di-atas menunjukkan, keberkahan dari Allah Ta'aala hadir pada sejumlah objek, antara lain berkenaan dengan:

** Tempat, seperti Kota Makkah, Kota Madinah, Lembah Thuwa, Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, Gua Hira, Gua Tsur, Masjidil Haram, Masjid Aqsa, Pusara Rasulallah shallallahu'alaihiwasallam, dan juga pusara para auliya, shalihin, tempat shalat Nabi shallallahu'alaihiwasallam dan para sahabat. Tabaruk biasanya dilakukan dengan berziarah ke tempat-tempat mulia ini. Aktivitas yang dilakukan tiada lain beribadah dengan berzikir dan ngalap barokah untuk meraih ridha Ilahi.

 

** Benda, seperti semua peninggalan para Nabi dan utusan Allah; peninggalan sahabat; peninggalan para ulama, auliya, dan shalihin, dan sebagainya. Tabaruk dari benda-benda ini, biasanya terjadi secara kasuistik. Setiap orang punya pengalaman unik tersendiri. Benda-benda itu dijadikan sebagai wasilah untuk mendapatkan rahmat dari Allah Ta'aala atas penyelesaian kasus-kasus tertentu seperti pengobatan, turunnya ketentraman di kala peperangan dan sebagainya.

 

** Pribadi, seperti para Nabi, ahlul bait, sahabat para Nabi, auliya, shalihin. Proses tabaruk juga dilakukan dengan menyelenggarakan peringatan di waktu-waktu tertentu (hari kelahiran, wafat, atau di momentum tertentu). Selain melakukan taklim dan memanjatkan berbagai doa, mengenang pribadi saleh dalam rangka meraih ridha Ilahi, juga biasanya dilakukan dengan cara bersedekah. Demikian pula, dengan melakukan puasa dan ibadah mustahab lainnya di saat-saat tertentu seperti yang dilakukan umat Musa 'alaihissalam dan Rasulallah shallallahu'alaihiwasallam dalam mengenang hari keselamatan Bani Israil atas kejaran Fir‘aun.

 

** Waktu, seperti saat isra dan mikraj, maulid Nabi shallallahu'alaihi wasallam, hari arafah, hari diselamatkannya Bani Israil atas kejaran Fir‘aun dan  sebagai- nya. Tabaruk dari saat-saat mulia ini, biasanya dilakukan mirip dengan mengenang pribadi  yang penuh berkah Allah Ta'aala seperti dijelaskan di atas.

 

Al-Quran juga memperingatkan, tidak semua tabaruk menghasilkan hal positif. Bisa saja seseorang terjebak ke dalam jurang kesesatan. Hal ini, seperti yang terjadi dengan salah seorang umat Musa namanya  Samiri. Ia mengambil berkah dari tanah di mana Jibril 'alaihissalaam melaluinya. Ketika Samiri mengambil dan melemparkan tanah pada patung anak sapi yang dibuatnya, patung jadi bisa bersuara, karena berkah dari tanah bekas jejak malaikat Jibril. Firman Allah Ta'aala: (Samiri menjawab): "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkan nya, dan demikian lah nafsuku membujukku".(QS Thaha [20]:96).   

 

Berbeda dengan tanah yang ditempati Nabi Ibrahim 'alaihissalaam. sewaktu membangun Ka’bah. Allah memerintahkan, “…Dan jadikan lah sebagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim tempat shalat”,(QS Al-Baqarah [2]:125). Disini menunjukan bahwa Allah Ta'aala memuliakan rasul-Nya Ibrahim 'alaihis salaam dengan memerintahkan agar menjadikan tempat berdiri beliau 'alaihis salaam sebagai tempat shalat. Perintah ini, tentu berkenaan dengan prosesi pengambilan berkah AllahTa'aala.

 

Perintah Allah untuk memuliakan tempat, juga terjadi kepada Nabi Musa 'alaihissalaam. Allah Ta'aala berfirman kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya Aku inilah Tuhan kamu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.” (QS.Thaha [20]:12). Allah Ta'aala sendiri menyatakan lembah Thuwa adalah tempat yang suci sehingga Nabi Musa di- perintahkan untuk menanggalkan terompahnya sebagai penghormatan (tak‘zim) pada tempat tersebut.

Semua itu bukti, ada tempat-tempat yang disucikan oleh Allah Subhaanahuu wa ta'aala. Tentu, kita bertanya kepada kaum Wahabi: Apa mungkin Allah  memerintahkan sesuatu yang mengakibatkan kesyirikan? 

Wallahua'lam

Silahkan baca kajian selanjutnya