Tafsir Surah Al-Kautsar

Dinasti Bani Umayah dan Bani Abbas kini sudah punah. Akan tetapi, rupanya pengaruh politiknya masih berpengaruh sampai zaman kita sekarang. Salah satu buktinya adalah, jarang sekali di kumandangkan atau dikenal dengan merata oleh kaum Muslim hadis-hadis mengenai keturunan/nasab (Ahlul-Bait) Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam. Demikian pula, dengan banyaknya ulama yang yang memutar balik, menggeser dan menakwil makna hadis-hadis mengenai ahlul-bait, hadis tsaqalain, dan hadis safinah berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Demikian juga, cukup banyak pakar ulama, yang sengaja menyembunyikan riwayat-riwayat mengenai keutamaan Ahlul-Bait dan keturunannya.

 

Yang lebih jauh dan aneh, adanya kelompok yang  menyatakan dengan seenak- nya sendiri, bahwa keturunan Nabi shalllahu'alaihiwasallam (dzuriyah nabi) telah punah. Semuanya, telah terbantai di peperangan antara Sayidina Husin bin Ali bin Abi Thalib dan pengikutnya dengan golongan Yazid bin Muawiyah di Karbala.

 

Begitu pula ada golongan yang mengatakan, kita semua keturunan Nabi Adam 'alaihissalaam, jadi tidak ada perbedaan antara keturunan Rasulallah dengan keturunan lainnya, kecuali orang yang paling bertakwa dan sebagainya. Sebagian golongan Pengingkar menggunakan argumen ini untuk menghapus jejak dan eksistensi Ahlul Bait.

 

Ada lagi, yang lebih parah. Karena tidak senang atau dengki kepada keturunan Nabi shalllahu'alaihiwasallam, mereka berani mengatakan bahwa keturunan ini telah putus dan tidak ada sama sekali atau masih belum konkret adanya nasab tersebut. Omongan mereka ini, menjiplak omongan orang kafir Quraisy kepada Rasulallah waktu putra beliau shalllahu'alaihiwasallam yang terakhir wafat dan belum sempat memiliki keturunan. Mendengar bisikan-bisikan golongan pengingkar ini, kita teringat akan peristiwa nyata pada masa-masa kelahiran agama Islam.

 

Kisah ringkasnya seperti berikut:

“Ketika putra Rasulallah yang bernama Qasim wafat di usia belia, salah seorang tokoh musyrikin Quraisy bernama Ash bin Wail bersorak-sorak gembira. Ia bersorak bahwa Rasulallah tidak akan mempunyai keturunan lebih lanjut. Ulah-tingkah dan ucapan Ash bin Wail inilah yang menjadi sebab turunnya wahyu Ilahi Surah Al-Kautsar kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam.

Ayat terakhir surah Al-Kautsar menegaskan: ‘Sungguhlah, orang yang membenci kamu itulah yang abtar (putus keturunan)’.

 

Firman Allah Ta'aala terbukti dalam kenyataan, bahwa keturunan Rasulallah berkembang-biak dimana-mana, sedangkan keturunan Ash bin Wail putus dan hilang ditelan sejarah! Ash bin Wail sudah tiada bersisa, tetapi teriakannya masih mengiang-ngiang di telinga golongan pengingkar, pembenci keturunan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam tersebut.

 

Kita rujuk kitab-kitab tafsir yang menjelaskan Surah Al-Kautsar. Selengkapnya surah ini berbunyi:

         إنَّاأعْطَيْنَاكَ  الكَوْثرَْفَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.  Maka dirikan lah shalat karena Tuhanmu dan berkorban lah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus ”. (QS Al-Kautsar [108]: 1-3).

 

Surah ini, diturunkan sebagai jawaban terhadap tuduhan bahwa keturunan Rasulallah telah terputus dengan wafatnya Qasim. Jadi, yang dimaksud kalimat Nikmat yang banyak dalam ayat itu, menurut ahli tafsir adalah bahwa Rasulallah memiliki keturunan yang banyak dan baik, melalui pernikahan antara Siti Fathimah Az-Zahra dan Sayidina Ali bin Abi Thalib k.w..

 

Kebanyakan dari keturunan Siti Fathimah ini menjadi para Imam yang memberi petunjuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah Taáala dan keridhaan-Nya. Adapun, yang dimaksud kalimat "Orang yang membencimu dialah yang terputus" dalam ayat itu adalah orang yang beranggapan bahwa Rasul shalllahu'alaihiwasallam tidak memiliki keturunan!

 

Penjelasan seperti itu, dapat dibaca di antaranya dalam kitab-kitab berikut: [Tafsir Fathul Qadir, oleh Asy-Syaukani, jilid 30, hal.504; Tafsir Gharaibul Quran (catatan pinggir) Majmaul Bayan, jilid 30, hal.175; Tafsir Majmaul Bayan, oleh Ath-Thabrasi, jilid 30, hal.206, cet. Darul Fikr, Beirut; Nurul Abshar, oleh Asy-Syablanji, hal.52, cet. Darul Fikr, tahun 1979 Miladiyah; Al-Manaqib, oleh Syahrasyub, jilid 3, hal.127].

 

Menurut Ustaz Quraish Shihab, dalam bukunya Tafsir Atas Surah-Surah Pendek.., surah Al-Kautsar ini diturunkan di Makkah dan merupakan surah ke-14 dalam turunnya wahyu serta surah ke-108 dalam urutan mushaf. Al-Kautsar, menurut arti kata berasal dari akar kata yang sama dengan ‘Katsir’ yang berarti ’Banyak’. Jadi Al-Kautsar berarti, sesuatu nikmat yang banyak. Ustaz Quraish Shihab mengemukakan bahwa Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan ‘Al-Kautsar’ pada surah ini:

 

Pendapat pertama, sebagian berpegang pada hadis nabi- shalllahu'alaihiwa sallam-dari Anas bin Malik (HR Muslim dan Ahmad) yang menceritakan ‘Al-Kautsar’ sebagai sebuah nama telaga yang ada disurga, yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi. Menurut Ustaz Quraish Shihab, hadis ini ditolak oleh Muhamad Abduh sebagai penjelasan terhadap surah Al-Kautsar.

 

Pendapat kedua, sebagian lagi berpegang sejarah pada hadis lainnya mengenai ejekan Abtar yang berarti ‘terputus keturunan’. Sehingga Al-Kautsar berarti Allah menganugerahkan keturunan yang banyak kepada Rasulallah shalllahu 'alaihiwasallam. Pendapat kedua ini, dikutip juga oleh Imam Suyuthi dalam kitabnya Asbab Annuzul serta Addur Al-Mantsur, serta ulama pakar tafsir lainnya seperti Al-Alusi, Al-Qasimi,Al-Jamal, Abu Hayan, Muhamad Abduh, Thaba- thabai dan lain lain. Pendapat kedua ini merupakan pendapat yang paling banyak dipercaya oleh para ulama ahli tafsir.

 

Pendapat ketiga, sebagian lagi menganggap bahwa Al-Kautsar berarti keduanya, yaitu nikmat Allah yang banyak, yang diberikan kepada Nabi Muhamad shalllahu'alaihiwasallam. Salah satunya berupa keturunan yang banyak, telaga di surga serta nikmat-nikmat lainnya.

 

Sejarah meriwayatkan juga, waktu putra beliau shalllahu'alaihiwasallam yang terakhir wafat dan belum sempat memiliki keturunan, sedangkan saat itu nabi shalllahu'alaihiwasallam serta Khadijah r.a. dalam usia yang telah cukup tua. Waktu Khadijah sedang hamil, semua orang menunggu apakah Khadijah akan memberikan seorang anak lelaki atau perempuan. Ketika ternyata Khadijah melahirkan seorang puteri (yang kemudian diberi nama Fatimah Az-Zahra), maka orang-orang Quraisy bersorak dan mengatakan bahwa Muhamad "Abtar". Kata-kata Abtar ini adalah, ejekan yang diberikan kepada orang yang terputus keturunannya.

 

Pendapat terbanyak dari ahli tafsir mengenai sebab-sebab turunnya surah Al-Kautsar ialah, Allah Taáala memberikan nikmat kepada Nabi shalllahu'alaihi wa sallam berupa keturunan yang sangat banyak. Jika riwayat dari berbagai pakar tafsir ini diterima, itu berarti Al-Quran telah menggaris bawahi sejak dini, tentang akan berlanjutnya keturunan Nabi Muhamad shalllahu'alaihiwasallam, dan bakal banyak dan tersebarnya mereka itu.

 

Allah menurunkan wahyu kepada nabi Muhamad shalllahu'alaihiwasallam berupa surah Al-Kautsar ini, menunjukkan bahwa Allah Taáala sesungguhnya telah memberikan nikmat yang banyak dengan kelahiran sayidah Fatimah r.a. tersebut, dan dari rahim Siti Fatimah akan lahir keturunan yang banyak. Selanjutnya, dalam ayat tersebut, Rasulallah diperintahkan untuk bershalat dan berkurban (akikah sebagai wujud rasa syukurnya). Dan pada ayat yang ketiga disebutkan, musuh-musuh Rasulallah yang mengejek itulah yang kemudian di- ejek oleh Al-Quran sebagai ‘Abtar’ (terputus).

 

Surah ini dimulai, dengan kata ‘Inna/Sesungguhnya’ yang menunjukkan bahwa berita yang akan diungkapkan selanjutnya adalah sebuah berita yang besar yang boleh jadi lawan bicara atau pendengarnya meragukan kebenarannya.”

 

Ustaz Quraish Shihab juga mengutip pendapat lainnya, bahwa penggunaan kata "kepadamu" pada ayat ketiga menunjukkan, bahwa anugerah Allah tersebut (berupa keturunan yang banyak) tidak terkait dengan kenabian melainkan merupakan pemberian Allah kepada pribadi Nabi Muhamad shalllahu'alaihi wa sallam yang dikasihi-Nya.

Dalam buku tersebut, juga dikemukakan beberapa argumen yang mendukung bahwa dzurriyah/keturunan Rasulallah memang dilanjutkan melalui rahim Fatimah r.a. dan bukan melalui anak lelakinya. Di antaranya, dalam surah Al-An‘am [6]: 84-85, bahwa Al-Quran menganggap nabi Isa álaihissalaam sebagai dzurriyah Ibrahim meski pun beliau álaihissalaam lahir dari Maryam (seorang perempuan keturunan Ibrahim álaihissalaam). Juga banyak hadis yang mengutarakan bahwa Rasulallah memanggil Al-Hasan dan Al-Husain sebagai "anakku".

 

Sejarah juga membuktikan, dari rahim Siti Fatimah, Rasulallah memperoleh dua orang cucu (putra) yang sangat dicintai beliau yaitu Al-Hasan dan Al-Husain r.a.

Kemudian setelah peristiwa Karbala, satu-satunya anak lelaki yang tersisa dari keturunan Al-Husin yaitu Ali Ausath yang bergelar "Zainal Abidin" atau "As- Sajad" (ahli sujud), kemudian beliau ini meneruskan keturunan Nabi shalllahu 'alaihiwasallam dari Imam Husin. Demikian juga, keturunan dari Imam Hasan.

 

Imam Husin sendiri, memiliki enam anak lelaki, dan hanya satu yang selamat setelah peristiwa Karbala. Sedangkan, Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib k.w. memiliki sebelas anak lelaki, beberapa di antaranya meneruskan keturunan. Hingga saat ini, alhamdulillah ada banyak sekali dzurriyah (keturunan) Nabi Saw. dari Siti Fatimah r.a. melalui Ali Zainal Abidin Assajjad bin Husin bin Ali bin Abi Thalib [r.a.] dan kemudian menyebar di seluruh muka Bumi.

Bahkan, menurut Ustaz Quraish Shihab, dzurriyah (keturunan) Nabi shalllahu 'alaihiwasallam ini begitu banyaknya dibandingkan keturunan manusia lainnya.

Demikianlah sedikit keterangan dari bukunya Ustaz Quraish Shihab.

 

Pernah juga di Indonesia, berita yang dimuat dikoran-koran beberapa silang waktu lalu, pernyataan salah seorang ulama Indonesia yang menyatakan bahwa Hasan bin Ali bin Abi Thalib tidak punya keturunan. Semua keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib sudah dibantai di Karbala, pernyataan seperti ini sering di utarakan pada hari ulang tahun Al-Irsyad. Pernyataan seperti itu, sudah tentu tidak ada dalilnya sama sekali baik secara aqli (akal) maupun naqli (nash). Ungkapan ini, tidak lain karena ketidak-senangannya atau kedengkian pada golongan Alawiyin (salah satu julukan keturunan Nabi yang dari Hadramaut/ Yaman Selatan).

 

Bila Ali bin Husin bin Ali bin Abi Thalib r.a. dianggap tidak ada dalam sejarah, maka akan fiktif pulalah teman-teman beliau seperti Az-Zuhri dan Said bin Musayab yang kedua tokoh ini merupakan sumber banyak hadis sunni. Begitu pula, kitab-kitab hadis dan kitab-kitab fiqih serta sejarah Islam yang memuat banyak nama-nama cucu dari sayidina Hasan dan sayidina Husin bin Ali bin Abi Thalib, semuanya ini harus dihapus atau dibuang!

 

Begitu juga, cucu keempat Rasulallah ,Imam Jakfar As-Shadiq r.a., yang terkenal dalam sejarah dan dikenal oleh empat Imam juga (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal [r.a.] ) dan pengikutnya. Imam Jakfar As-Shadiq, adalah nama yang sangat dikenal oleh semua mazhab baik itu Ahlus-sunnah wal jamaah, Syiah, Zaidiyyah, Salafi/Wahabi  dan lainnya.

 

Dari nasab Imam Jakfar As-Shadiq banyak juga melahirkan tokoh-tokoh ulama besar Islam. Nama dan nasabnya ialah, Jakfar As-Shadiq bin Muhamad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husin bin Ali bin Abi Thalib k.w..  Beliau lahir tahun 80 H/699 M dan wafat tahun 150 H/765M. Ibu beliau ialah, cucu dari khalifah Abu Bakar As-Shiddiq r.a. yang bernama Ummu Farwah binti Al-Qasin bin Muhamad bin Abu Bakar As-Siddiq. Menurut riwayat, yang pernah berguru juga dengan Imam Jakfar ini yaitu, Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767M) dan Imam Malik bin Anas (93-179H/712-795M).

 

Kalau kita ziarah ke kuburan Baqi’ di Madinah, di sana akan kita dapati kuburan secara berurutan yang telah dikenal baik di kalangan para ulama. Masing-masing kuburan Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Imam Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, Imam Muhamad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib k.w. dan kuburan Imam Jakfar As-Shadiq bin Muhamad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib.

 

Segala sesuatu, baik Al-Quran dan Sunnah Rasulallah serta sejarah, di- sampaikan melalui riwayat yang ditulis oleh para perawi dan diteruskan serta di kembangkan oleh para ulama pakar baik dari zaman dahulu sampai akhir zaman nanti. Begitupun juga mengenai nasab keturunan manusia banyak kita ketahui dengan melalui riwayat yang ditulis dari zaman dahulu sampai akhir zaman. Karena semua itu anjuran agama agar manusia selalu menulis hal-hal yang dianggap penting. Dengan adanya riwayat-riwayat ini, kita bisa mengenal sejarah Islam, datuk-datuk dan keturunan Rasulallah, para Nabi dan Rasul lainnya, para sahabat dan para tabi’in dan para ulama atau suku-suku lainnya.

Wallahua'lam

Silahkan ikuti kajian berikutnya

Maak jouw eigen website met JouwWeb