Syair-syair untuk Nabi Saw

Syair-syair untuk Nabi Saw.

Pada zaman Nabi Saw. terdapat banyak penyair yang terkenal dan hebat datang kepada Rasulallah Saw. Para penyair itu mempersembahkan kepada beliau berhalaman-halaman syair yang memuji dan mengagungkan  beliau Saw.  Ini, dibuktikan dengan banyaknya syair yang dikutip di dalam Sirah Ibnu Hisham, al-Waqidi dan lain-lain. Para pakar Penyair mengagung-agungkan Rasulallah Saw. dihadapan beliau dan para sahabat, tidak dilarang oleh Rasulallah Saw. dan tidak ada para sahabat yang mencela atau mengatakan hal tersebut berlebih-lebihan (ghuluw) dan sebagainya.

 

Rasulallah Saw. amat menyenangi syair yang indah seperti yang diriwayatkan imam Bukhari didalam al-Adab al-mufrad dan kitab-kitab lain. Rasulallah Saw. bersabda: "Terdapat hikmah didalam syair". Paman Nabi Saw. ,Al-Abbas, mengarang syair memuji kelahiran Nabi Saw. di antara bait terjemahannya sebagai berikut: “Dikala dikau dilahirkan, bumi bersinar terang hingga nyaris-nyaris pasak-pasak bumi tidak mampu untuk menanggung cahayamu, dan kami dapat terus melangkah lantaran karena sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin” (Imam Suyuti dalam Husn al-Maqsid: 5; Ibnu Katsir dalam Kitab Maulid:30; Ibnu Hajar dalam kitab Fathul-Bari).

 

Ibnu Katsir menerangkan didalam kitabnya, para sahabat meriwayatkan bahwa Nabi Saw. membaca syair mengenai diri beliau, memuji nama dan nasabnya, ketika peperangan Hunain untuk menambah semangat para sahabat dan menakutkan para musuh. Pada hari itu, beliau Saw. bersabda: Aku adalah Rasulallah. Ini bukan bohong. Aku putra Abdal–Mutalib.! Beliau Saw. juga sering bersabda;

أنَا خَيْرُ أصْحَابِ اليَمِيْنِ , أنَا خَيْرُالسَّابِقِيْن, أنَا أتْقَىولَدِ آدَمَ وَأكْرَمُهُمْ عَلَى اللهِ وَلاَ  فَخرْ                                                          ‘Saya Ashabul-yamin yang terbaik (Dalailun Nubuwah:5), Saya Khairus-sabiqin yang terbaik (dalam Syarhul Mawahib 1:62), Saya anak Adam yang paling bertakwa, paling mulia disisi Allah dan saya tidak sombong...’.(HR. At-Thabrani dan Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwah).

 

Beliau Saw.bersabda;

                   أنَا سَيْدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمِ القِيَامَةِ

‘Saya adalah sayid (orang yang paling mulia) anak Adam di hari Kiamat nanti’ (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi) atau sabda beliau Saw.:أنَا سَيْدُ النَّاس يَوْمِ القِيَامَةِ (Saya adalah paling mulia dari semua manusia di hari kiamat’) [HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim].

 

Hadis dari Abu Hurairah r.a, Nabi Saw. bersabda:  ”Saya adalah penghulu putra Adam pada hari kiamat, saya adalah orang pertama yang keluar dari kubur (jasadnya), dan saya adalah orang pertama pemberi syafa’at dan orang pertama (di-izinkan Allah Swt.) memberi syafa’at” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi).  

Adapun, dalam redaksi Tirmidzi disebutkan: “Saya adalah penghulu putra Adam pada hari kiamat, di tanganku terdapat Liwaaul Hamdi/panji pujian, dan saya tidak sombong. Tidak seorang Nabi pun pada hari itu, baik Adam dan lainnya, terkecuali dibawah naungan panji-panjiku, dan saya adalah orang pertama yang keluar dari kubur dan saya tidak sombong”. 

 

Masih banyak lagi sabda beliau Saw. untuk dirinya. Kalau semua pujian-pujian ini dilarang dan dikatakan berlebihan/ghuluw, maka tidak akan diucapkan dari lisan Rasulallah Saw. ,manusia yang paling takwa dan mulia, serta dari lisan para sahabat yang ditujukan kepada beliau Saw..                                     

 

Tertera di batu nisan Hasan Ibnu Tsabit syair tentang Nabi Saw.:  “Bagiku, tiada siapa dapat mencari kesalahan di dalam diriku; Aku hanya seorang yang telah hilang segala derita rasa; Aku tidak akan berhenti dari pada memujinya (Nabi Saw.); Karena hanya dengan itu mungkin aku akan kekal di dalam surga bersama-sama 'Yang Terpilih'; yang daripadanya aku mengharap kan syafa’at; dan untuk hari itu, aku kerahkan seluruh tenagaku ke arah itu”.

 

Hasan bin Tsabit r.a. waktu membaca syair di masjid Nabawi ditegur oleh Umar bin Khatab r.a.. Lalu Hasan bin Tsabit berkata kepada Umar r.a., “Aku sudah baca syair nasyidah di sini, di hadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yakni Nabi Saw.)”. Hasan pun berpaling kepada Abu Hurairah r.a. dan berkata; ‘Bukankah engkau dengar bahwa Rasul Saw. menjawab syairku dengan doa 'Wahai Allah bantulah ia dengan ruhul kudus?'. Abu Hurairah r.a. menjawab: ‘Benar!’” (Sahih Bukhari, hadis no. 3040; Sahih Muslim, hadis no. 2485).

 

Jadi, tidak semua syair yang dibaca di dalam masjid semuanya haram, hadis yang meriwayatkan keharaman baca syair di dalam masjid yaitu syair-syair yang membawa kepada ghaflah (kelupaan), hanya bersifat keduniaan. Tetapi, syair yang memuji Allah Swt. dan Rasul-Nya itu diperbolehkan, bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau Saw.. Rasulallah Saw. mendirikan mimbar khusus di masjid agar ia (Hasan bin Tsabit r.a.) berdiri untuk melantunkan syair-syairnya (Mustadrak, hadis no. 6058; Sunan Tirmidzi, hadis no. 2846).

 

Di dalam kitab Madarij al-Salikin, Ibnu Qayim (murid Ibnu Taimiyah) menulis, Nabi Saw. memberi izin untuk menyanyi pada hari perkawinan dan membenarkan syair dipersembahkan untuk beliau Saw.. Beliau mendengar Anas dan para sahabat memujinya dan membaca syair ketika beliau Saw. sedang menggali parit semasa peperangan Khandaq.

 

Menurut riwayat, yang berasal dari Abu Bakar Ibnul Anbari, ketika Ka’ab bin Zuhair dalam mendendangkan syair pujiannya, sampai kepada kata-kata, ‘beliau Saw. adalah sinar cahaya yang menerangi dunia, beliau laksana pedang Allah yang ampuh terhunus’. Sebagai tanda ke gembiraan beliau Saw., beliau menanggalkan kain burdahnya (kain penutup punggung) dan diberikan pada Ka’ab. Muawiyah bin Abi Sufyan pada masa kekuasaannya, berusaha membeli burdah itu dari Ka’ab dengan harga sepuluh ribu dirham, akan tetapi Ka’ab menolaknya. Setelah Ka’ab wafat, Muawiyah membeli burdah Nabi Saw. tersebut dari ahli waris Ka’ab dengan harga dua puluh ribu dirham.

 

Ibnu Qayim menceritakan, Abdullah Ibnu Rawaha membaca syair yang panjang memuji-muji Nabi Muhamad Saw. ketika penaklukan kota Makkah, Nabi pun berdoa untuk beliau r.a.. Rasulallah Saw. pernah meminta Aswad bin Sarih untuk mengarang syair pujian untuk Allah Swt. dan beliau Saw.. Begitu pula, beliau Saw. pernah meminta seseorang untuk membaca syair puji-pujian untuk beliau Saw.,memuat seratus halaman, dikarang oleh Umaya Ibnu Abi Halh.

 

Seorang ahli hadis, Ibnu Abbad telah memberikan fatwa tentang hadis Rasulallah Saw. berikut ini,  “Seorang wanita telah datang menemui Nabi di waktu beliau Saw. baru pulang dari medan peperangan, dan wanita itu berkata, ‘Ya Rasulallah, aku telah bernazar jika sekiranya, Allah menghantarkan engkau kembali dalam keadaan selamat, aku akan bermain gendang di sebelahmu.’ Nabi pun bersabda, ‘Tunaikanlah nazarmu.’” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Imam Ahmad)  

Bila hal tersebut dilarang, beliau Saw. pasti akan melarangnya, walaupun hal itu sebagai nazar. Karena nazar tidak boleh dilaksanakan bila bertentangan dengan syariat Islam.

 

Kita akan bertanya lagi kepada golongan Pengingkar, Alasan apa orang menyalahkan dan mengharamkan pembacaan syair atau qosidah pujian untuk Allah Swt., Rasulallah Saw. atau untuk para ahli takwa dalam kumpulan majlis zikir? Bila menulis, melagukan syair pujian didepan para hadirin tersebut haram, haram pula lah perkara-perkara dan beberapa hadis yang telah dikemukakan dalam site ini.

Rasulallah Saw. khususnya, para sahabat, para tokoh Salaf Saleh, begitu juga para Shalihin melakukannya, mengapa golongan pengingkar ,yang mengaku pengikut Salaf Saleh, justru melarangnya dan mengatakan sebagai perbuatan qhuluw dan pengkultusan? Wallahu'alam

Silahkan ikuti kajian berikutnya.