Dalil-dalil dari golongan yang membantah dan jawabannya

Dalil-dalil dari golongan yang membantah dan jawabannya

**Hadis riwayat imam Ahmad bin Hanbal; ”Dari habib Ibnu Abi Tsabit dari Urwah dari siti Aisyah r.a, ‘Nabi Muhamad (shallallâhu‘alaihiwasallam) mencium sebagian istrinya, kemudian beliau keluar pergi shalat dan beliau tidak berwudu lebih dulu’”. Kata mereka, jelas hadis ini menegaskan, berciuman dengan istri tidak membatalkan wudu! 

 

Jawaban;

-Para pakar hadis; Sofyan Tsuri, Yahya bin Said al-Qat’han, Abubakar an-Nisaburi, Abu Hasan Daruquthni, Abubakar al-Baihaqi dan lain-lain mengatakan, hadis diatas ini dha’if (lemah), tidak dapat dipakai untuk dalil. Berkata imam Ahmad bin Hanbal, berkata Abubakar an-Nisaburi bahwa Habib Ibnu Tsabit ada kesalahan, ‘dari cium orang puasa kepada cium orang berwudu.’ (al-Majmu’jilid 2 hal.32).

 

-Berkata imam Abu Daud, “Diriwayatkan oleh Sofyan Tsuri bahwa Habib Ibnu Tsabit hanya merawikan hadis dari Urwah al Muzni bukan dari Urwah bin Zubair. Urwah al-Muzni, seorang tidak dikenal (majhul), hadis yang sahih dari Siti Aisyah ialah, ‘Bahwa Nabi mencium istrinya ketika beliau berpuasa’ ” (al-Majmu’ jilid 2 hal. 32). 

 

-Dalam kitab Mizanul I’tidal jilid 3 hal.65 karya Ad-Dzahabi, dikatakan, “Urwah al-Muzni ,guru habib bin Tsabit, adalah seorang yang tidak dikenal (majhul). Karenanya, hadis Habib bin Tsabit dari Urwah ini, hadis  dhaif yang menurut usul fiqih tidak boleh dipakai untuk dalil.” 

 

**Kelompok pengingkar mengemukakan dalil lagi; ”Dari Abu Rouq diambilnya dari Ibrahim at-Taimi, dari Siti Aisyah ra, beliau berkata, ‘Bahwasanya, Nabi (shallallâhu‘alaihiwasallam) mencium (istrinya) sesudah berwudu, kemudian beliau tidak mengulang wudunya lagi”. Kata mereka, jelaslah dari hadis ini, mencium istri tidak membatalkan wudu!

 

Jawaban; 

-Abu Roug ini dilemahkan oleh Ibnu Mu’in. Dalam hadis ini, Ibrahim at-Taimi mengambil hadis dari siti Aisyah, padahal ibrahim at-Taimi tidak pernah bertemu dengan siti Aisyah, beliau adalah seorang Tabi’-Tabi’in bukan Tabi‘in. (al-Majmu’ jilid 2 hal.33)

 

-Dalam kitab Mizanul I’tidal, Ibrahim bin Muhamad bin Ibrahim bin al-Harits at-Taimi mengambil hadis dari bapaknya dan bapaknya itu mengambil dari Ibnu Ubaidah. Berkata Abu Hatim, ‘Dia (maksudnya Ibrahim at-Taimi) banyak mengeluarkan hadis yang mungkar’. Berkata Imam Bukhori, ‘Hadisnya tidak tsabit (tidak tetap/kuat)’. Berkata Imam Daruquthni, ‘Dia dho’if’ (lihat Mizanul I’tidal jld 1, hal.55). Hadis yang dha’if menurut usul fiqih, tidak boleh dipakai untuk dalil.

 

**Golongan Pengingkar berdalil lagi, hadis riwayat imam Bukhori, “Dari Abu Qutadah al-Anshari bahwa Rasulallah shallallâhu‘alaihiwasallam shalat sedang menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulallah (shallallâhu‘alaihi wasallam) (cucu beliau). Manakala, beliau sujud, beliau letakkan anak itu dan manakala beliau berdiri beliau gendong anak itu” (HR. Bukhori dan Muslim–fathul Bari jilid 2, hal.37). Kata mereka, dalam hadis ini Nabi menggendong anak wanita, ini satu bukti, bersentuhan dengan wanita tidak membatalkan wudu.

 

Jawaban;

Umamah binti Zainab adalah cucu (termasuk muhrim) beliau shallallâhu‘alaihi wasallam dari anak beliau Zainab r.a. dan ketika itu Umamah masih kecil. Karenanya, bersentuh dengan wanita muhrim dan anak kecil,  tidak membatalkan wudu.

 

**Mereka berdalil lagi dengan dua hadis berikut ini;

“Dari siti Aisyah r.a yang berkata, ‘Aku tidur dihadapan Rasulallah (shallallâhu‘alaihiwasallam) dan kakiku diarah kiblat beliau. Apabila beliau sujud, beliau singkirkan kakiku  (dengan tangannya) maka saya tarik kakiku dan apabila beliau telah berdiri, saya luruskan kembali” (HR. Bukhori,–fathul Bari jilid 2, hal. 135).

 

"Hadis riwayat Imam Muslim, “Dari Aisyah r.a, beliau berkata, “Ketika tidur saya kehilangan Rasulallah (shallallâhu‘alaihiwasallam), saya berdiri mencari beliau. Maka jatuh tangan saya (terpegang oleh tangan saya) pada pangkal tumit beliau. Ketika beliau selesai shalat, berkata kepada saya, ‘Datang kepadamu setanmu’”. Kata mereka, dua hadis ini membuktikan bahwa bersentuh antara lelaki dan wanita ,bukan muhrim, tidak membatalkan wudu.

 

Jawaban;

-Imam Nawawi, dalam Syarah Muslim jild 4 hal.229-230 ketika mengomentari hadis ini berkata, “Dan menurut fatwa jumhur ulama (para ulama umumnya), bersentuh wanita itu membatalkan wudu. Mereka (para ulama) menerangkan hadis ini bahwa Nabi Muhamad shallallâhu‘alaihiwasallam menyentuh siti Aisyah dibalik kain. Karenanya, hadis ini bukan sebagai dalil atau bukti atas tidak batalnya wudu. Begitu pula, hadis ini ada Ihtimal (kemungkinan/boleh jadi didalamnya), karena tidak disebutkan dalam hadis ini antara tangan Nabi dan kulit siti Aisyah, yang disebutkan dalam hadis ini hanya menyingkirkan kaki siti Aisyah. Boleh jadi, Nabi shallallâhu‘alaihiwasallam menyingkirkan kaki siti Aisyah dibalik kain atau dibalik kaus kaki”.

 

-Dalam Syarah Muslim jilid 2, hal.33, Imam Nawawi mengomentari hadis terakhir diatas, ‘Dan jawaban atas hadis Aisyah ini, tentang jatuh tangan beliau ketumit Nabi shallallâhu‘alaihiwasallam’, hal itu boleh jadi berdinding/tertutup dengan kain.” Hadis ihtimal, menurut usul fiqih tidak boleh dipakai untuk dalil. Wallahua’lam. 

 

Kesimpulan:

Yang membatalkan wudu: Bersentuh antara kulit lelaki dan kulit wanita yang bukan muhrim. Muhrim ialah wanita atau lelaki yang ada hubungan nasab dan tidak boleh dikawini seperti; Anak, cucu, orang tua, saudara, bibi, paman, keponakan, kakek, nenek dan mertua. 

Info: Adapun, suami disebut sebagai muhrim istrinya yang dimaskud adalah halal baginya dari pernikahan (untuk bersetubuh, berpergian bersama dan lain sebagainya) tetapi bukan sebagai muhrim  senasab yang tidak halal untuk dinikahi.

Yang tidak membatalkan wudu: Sentuhan antara lelaki dan wanita yang muhrim, anak kecil yang belum baligh, rambut, gigi, kuku dan menyentuh bukan muhrim memakai kain pembatas.

Wallahu’alam.

Silahkan ikuti kajian berikutnya.

Maak jouw eigen website met JouwWeb