Membaca Qunut dalam Shalat Shubuh

Membaca Qunut dalam Shalat Subuh      

Ini sebenarnya soal ikhtilaf furu'iyah. Akan tetapi, sebagian kaum Muslimin memvonis qunut dalam shalat subuh sebagai bid‘ah. Karena keegoisan memegang fahamnya ini mereka ini tanpa segan-segan mencela orang yang mengamalkannya, melontarkan ucapan-ucapan yang justru bisa mendatangkn dosa dan bertentangan dengan akhlak yang diajarkan Nabi shalllahu'alaihi wasallam.

 

Bagaimana mungkin doa qunut yang masih ada hadisnya itu dikatakan bid‘ah dhalalah atau bid’ah mungkar? Qunut pada shalat subuh itu mempunyai dasar dari amaliyah Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam, bukan hanya untuk qunut nazilah/bencana (Mengenai hadis qunut nazilah ini silahkan ikuti pada kajian berikutnya) saja. Kedudukan riwayatnya pun cukup kuat. Imam Bukhari dan Muslim banyak meriwayatkan hal ini. Demikian pula amalan para ulama salaf, seperti Imam Syafi’i,  Imam Malik dan lainnya. 

 

**Dalam kitab Fiqih Sunnah oleh Sayid Sabiq ,terjemahan, jilid 2, edisi kedua th. 1977 hal.43-44 disebutkan,

“Menurut Imam Syafi’i berqunut dalam shalat subuh sesudah rukuk dari rakaat kedua itu adalah sunnah. Beliau mengambil landasan hadis yang diriwayatkan oleh Jamaah kecuali imam Turmudzi dari Ibnu Sirin bahwa Anas bin Malik r.a. pernah ditanya, ‘Apakah Nabi shalllahu'alaihiwasallam berqunut dalam shalat subuh?’.

Ia (Anas) menjawab, ‘Ya’. Ditanya pula, ‘Sebelum rukuk atau sesudahnya?’ Ia menjawab, ‘Sesudah rukuk.’ Imam Syafi'i juga berdalil dengan hadis lainnya dari Anas bin Malik r.a: “Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam itu selalu berqunut dalam shalat subuh, hingga meninggal dunia.” (HR. Ahmad, Bazzar, Daruquthni dan di sahihkan oleh Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Selanjutnya Sayid Sabiq menyimpulkan, “Bagaimana pun juga adanya perselisihan para ulama maka qunut itu termasuk suatu hal yang mubah boleh di amalkan atau ditinggalkan.”

 

**Imam Nawawi dalam Adzkarun-Nawawiyah mengomentari, bahwa hadis (diatas) tersebut sahih. Ibnu Hajar Al-Asqolani berkomentar dalam takhrij-nya, hadis tersebut hasan lighoirihi (baik, karena didukung riwayat lainnya).

 

**Al-Hafidh Al-Iraqi ,guru dari Ibnu Hajar, sebagaimana dikutip oleh Al- Qasthalani dalam Irsyadussari syarah Sahih Bukhari menjelaskan bahwa qunut subuh itu diriwayatkan oleh Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan Ibnu Abbas [r.a]. Kemudian beliau (al-Hafidh) berkomentar, ‘Telah sah dari mereka (para sahabat) dalil tentang qunut tatkala terjadi pertentangan antara pendapat yang menetapkan dan meniadakan maka didahulukan pendapat yang menetapkan.’

 

**Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Aku telah diajari oleh Rasul shalllahu'alaihiwasallam beberapa kalimat (qunut) yang aku ucapkan pada waktu shalat witir, ’Allahummahdinii fiiman hadait, wa’aafinii fiimaan ‘aafait, watawallanii fiiman tawallait, wabaariklii fiima a’thoit, waginii syarra maa godhoit, fainnaka taqdhi walaa yugdha ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbanaa wata’alait.’” (HR.Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan lainnya dengan isnad sahih).

 

**Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhamad bin Hanafiah dan beliau adalah putra Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Beliau berkata, “Sesungguhnya doa ini (doa qunut diatas) diamalkan ayahku (yakni Ali bin Abi Thalib k.w) pada waktu qunut shalat subuh”. (HR.Al-Baihaqi II/209). Kemudian imam Baihaqi menyimpulkan “Semua riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi mengajarkan doa Allahummah dinii fiiman hadait... hingga akhir doa, adalah untuk qunut subuh dan witir”.

 

Begitu pula lafadh qunut delapan kalimat diatas di sebutkan oleh imam Syafi’i didalam Mukhtashar al-Muzanni. Setelah delapan kalimat tersebut masih ada riwayat tambahan doa yaitu وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ (Dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi) sebelum doa  تَبَارَكْت رَبّنَا وَتَعَالَيْتَ   dan ditambah lagi dengan,

فَلكََ الحمْد عَلَى مَاقَضيْتَ اسْتَغفِرُكَ وَاَتوْبُ اليْكَ  dan ditambah dengan sholawat kepada Nabi shalllahu'alaihi wasallam.

 

Berkata Syeikh Abu Hamid, Syeikh al-Bandanij dan yang lain bahwa tambahan ini bagus. Abu Thayib tidak menyetujui penambahan وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ  , namun ibnu Shabagh dan para sahabat yang lain membantahnya dengan firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia” (QS al-Mumtahanah:1) dan firman Allah: “Sesungguhnya Allah menjadi musuh bagi orang-orang kafir” (QS al-Baqarah:98)     

Tambahan sholawat atas Nabi shalllahu'alaihiwasallam sesudah doa tersebut, berdasarkan hadis al-Hasan r.a. Beliau berkata, “Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam mengajariku kalimat pada waktu qunut witir yakni Allahummah dinii…, lalu disebutlah hingga delapan kalimat itu dan berkata pada akhirnya dengan ‘tabaarakta wa ta’aalait washollahu ‘alan nabi’“. (Lafadh hadis ini terdapat pada riwayat Nasa’i dengan isnad yang sahih atau hasan).

 

Begitu juga membaca salam kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dan keluarganya diakhir qunut, hal ini menurut Imam Asnawi berdasarkan firman Allah Jallaajalaaluh, ‘Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya menyampaikan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya’. Sedangkan shalawat dan salam kepada keluarga Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam adalah berdasarkan hadis antara lain riwayat Ka’ab bin Ajroh yang bertanya kepada Nabi shalllahu'alaihiwasallam tentang bagaimana mengucapkan shalawat kepada beliau, lalu beliau shalllahu 'alaihiwasallam bersabda, “Ucapkanlah Allahumma sholli ‘alaa Muhamad wa ‘ala aali Muhamad”. 

 

Dengan demikian tambahan-tambahan bacaan yang baik dalam waktu qunut itu adalah mustahab. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa para sahabat telah menambah bacaan (yang baik) iftitah dan waktu i'tidal ketika sholat yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi dan Nabi shalllahu'alaihiwasallam meridhoinya.

 

**Hadis dari Al-Barra bin Azib r.a: “Bahwa Nabi shalllahu'alaihiwasallam dahulu melakukan qunut pada shalat maghrib dan subuh” (HR Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi). At-Tirmidzi mensahihkan hadis ini. Abu Daud meriwayatkan hadis ini tanpa penyebutan shalat maghrib.

 

**Imam Nawawi  mengatakan, “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib karena qunut bukanlah suatu yang wajib dan karena ijmak ulama telah mengatakan bahwa qunut pada shalat maghrib itu sudah mansukh, yakni terhapus hukumnya.” (Al-Majmu II/505) 

 

**Hadis dari Abdullah bin Ma’qil at-Thabi’i bahwa Ali r.a qunut pada shalat subuh’. (HR.Baihaqi, beliau berkata hadis sahih dan masyhur).

Wallahua'lam

 

Silahkan ikuti kajian berikutnya.