Rasulallah Insan Kamil

Rasulallah Insan Kamil

Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bukanlah manusia biasa. Akan tetapi, beliau shalllahu'alaihiwasallam adalah insan kamil (manusia sempurna). Ke- yakinan ini, berbeda dengan pandangan mazhab Wahabi-Salafi, yang menyatakan, Muhamad shalllahu'alaihiwasallam adalah manusia biasa. Mereka mengambil beberapa dalil berikut ini; "Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kamu. Hanya saja kepadaku disampaikan wahyu.” (QS Al-Kahfi [18]:110). “Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi orang-orang (kafir) untuk beriman tatkala datang kepada mereka petunjuk kecuali perkataan mereka: ‘Apakah Allah mengutus Rasul dari golongan manusia?’” (QS.17:94). Akan tetapi, orang-orang beriman berkata, “Kami mengimaninya. Semuanya dari sisi Tuhan kami" (QS.3:7). dan ayat-ayat senada.

 

Atau hadis dari Abdullah bin Amr, yang berkata: “Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam, aku bermaksud menghafalnya. Akan tetapi, orang-orang Quraisy melarangku dan mereka berkata, ‘Engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam, padahal beliau hanya lah seorang manusia yang berbicara saat marah dan senang?’....”.

 

Karena itu, mazhab Salafi menganggap mengagungkan dan memuji Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam merupakan sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan pengkultusan yang tidak perlu, serta dapat membawa orang kepada perbuatan syirik. Mereka menafsirkan firman Allah Taáala di atas secara tekstual. Jika kita telusuri dengan seksama semua ayat-ayat di buku ini maupun di buku lain yang menyinggung sifat-sifat Nabi shalllahu'alaihiwasallam atau yang berkenaan dengan Nabi shalllahu'alaihiwasallam, maka kita akan menganut pandangn para pakar islam yang menyimpulkan, Nabi Muhamad shalllahu'alaihi wa sallam memang bukan manusia biasa tapi insan kamil.

 

Berikut adalah beberapa contoh keagungan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam yang tidak dimiliki oleh manusia biasa:

*Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib k.w. berkata; “Setiap kali Allah Taáala mengutus seorang nabi, mulai dari nabi Adam sampai seterusnya, kepada nabi- nabi itu Allah Taáala menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama”.

Hal ini, sebagaimana firman Allah Taáala, “Dan ketika Allah mengambil janji dari para nabi: ‘Aku telah berikan kepada kalian al-kitab dan al-hikmah, maka ketika Rasul itu (Muhamad shalllahu'alaihiwasallam) datang kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada pada kalian, kalian benar-benar harus beriman kepada nya dan membelanya.” Dia (Allah) berkata: ’Apakah kalian menerima dan berjanji akan memenuhi perintah-Ku ini’? Mereka berkata: ‘Ya, kami berjanji untuk melakukan itu’. Dia berkata: ‘Kalau begitu persaksikanlah dan Aku menjadi saksi bersama kalian’”. (QS Al- Imran  [3]:81).

 

*Al-Quran menjelaskan bahwa para penganut Ahlul-Kitab tahu betul tentang kedatangan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam, sebagaimana mereka mengenl anak-anak mereka sendiri. Bahkan, mereka saling memberi kabar gembira tentang kedatangannya itu (QS Al-Baqarah [2]: 89,146). Dan, itu pula yang di mohonkan Nabi Ibrahim 'alaihissalaam dalam doanya, ‘Tuhan kami, utuslah pada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (Muhamad) yang membacakan kepada mereka ayat-ayatMu, mengajarkan mereka al-kitab dan al-hikmah, dan menyucikan mereka. Sesungguh-nya Engkau Mahaperkasa lagi Maha- bijaksana’  (QS.Al-Baqarah [2]: 129).

 

*Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam ditetapkan sebagai perantara (wasilah) antara dirinya dengan manusia. Bahkan, merupakan salah satu syarat terkabul- nya doa. Firman Allah Taáala: “Kami tidak utus seorang Rasul kecuali untuk di- taati, dengan seizin Allah. Dan seandainya mereka mendatangimu ketika mereka berbuat dosa, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun buat mereka, pastilah mereka dapati Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih”. (QS An-Nisa [4]:64).

 

Bahkan, sebagai perantara tawasul kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam ini, sudah dilakukan para nabi dan orang-orang saleh jauh sebelum kelahiran beliau shalllahu'alaihiwasallam. Kita dapat membaca riwayat yang mengatakan bahwa Adam dan Hawa telah bertawasul kepada Rasulallah shalllahu'alaihi wa sallam saat mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dikisahkan, tatkala nabi Adam 'alaihissalaam dikeluarkan dari surga, ia memohon ampun kepada Allah Taáala atas perbuatannya. (selengkapnya baca bab tawasul disite ini)

 

*Penciptaan Nabi shalllahu'alaihiwasallam lebih dahulu daripada nabi Adam 'alaihissalaam hanya beliau shalllahu'alaihiwasallam masih dalam wujud ‘nur’ atau cahaya. Ketika Allah menciptakan Adam, Dia menitipkan nur itu pada sulbi Adam 'alaihissalaam, kemudian berpindah-pindah dari satu sulbi ke sulbi yang lain hingga sulbi Abdullah, ayah nabi shalllahu'alaihiwasallam.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdur-Razaq dari Jabir bin Abdullah al-Anshari r.a. bahwasanya dia pernah bertanya kepada nabi shalllahu'alaihi wa sallam “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulallah, beritahukanlah padaku tentang suatu yang di ciptakan Allah sebelum segala sesuatu. Jawab beliau shalllahu 'alaihiwasallam, ‘Wahai Jabir, sesungguhnya Allah sebelum menciptakan segala sesuatu, telah menciptakan Nur Nabimu, Muhamad dari Nur-Nya’ ”.

Dan hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya nabishalllahu'alaihiwasallam telah bersabda, “Aku adalah yang pertama di antara para Nabi dalam penciptaan, namun yang terakhir dalam kerasulan…”.

 

*Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bersabda, “Allah telah menciptakan aku dalam wujud nur yang bersemayam di bawah arasy, dua belas ribu tahun sebelum (Allah Taáala) menciptakan Adam 'alaihis salaam. Maka ketika Allah menciptakan Adam, Dia meletakkan nur itu pada sulbi Adam. Nur itu berpindah dari sulbi ke sulbi; dan kami baru berpisah setelah Abdul Muthalib. Aku ke sulbi Abdullah dan Ali ke sulbi Abu Thalib”.

*Al-Quran menyebutkan, sulbi-sulbi tempat bersemayamnya nur itu adalah sulbi-sulbi orang-orang ahli sujud (ahli takwa). Ini berarti, orang-tua dan nenek-moyang Rasulallah sampai ke nabi Adam dalam istilah Al-Quran di sebut As-Sajidin (orang-orang yang sujud). Sebagaimana firman-Nya, ‘Dan bertakwa- lah kepada Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang..Yang melihat kamu saat engkau bangun dan perpindahanmu dari sulbi ke sulbi orang-orang sujud (patuh/takwa).’ (QS As-Syuaraa’ [26]: 217-219).

 

*Ibnu Abbas r.a. dalam menafsirkan firman Allah Taáala diatas;

                         وَتَقَلُّبَكَ فِى السَّاجِدِيْنَ

“Dia (Muhamad) bergerak-gerak (berpindah-pindah) dalam sulbi-sulbi para nabi, sampai dilahirkan oleh ibundanya (Aminah).” (HR. Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduyah, dan Abu Nuaim dalam ad-Dalail). Demikian pula, disebutkan dalam ad-Durrul Mantsur jilid 5 hal. 98 dan lain-lain.

 

*Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam adalah manusia suci, tidak pernah ber- buat dosa (ma‘shum). Namun demikian, ia tetap manusia biasa seperti manusia lainnya, dalam secara biologis tidak ada perbedaan antara Rasulallah Saw. dengan yang lain.

 

*Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam adalah teladan yang sempurna (uswatun hasanah) (QS Al-Ahzab [33]: 21). Oleh karena itu,  “Apapun yang dibawanya harus kamu terima dan apa pun yang dilarangnya harus kamu jauhi.” (QS Al-Hasyr [59]: 7).

 

*Dibukakan rahasia kegaiban kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam sebagaimana firman Allah Taáala; “Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki” (QS Al-Jin [72]: 26-27). Tentu saja, Rasulallah shalllahu 'alaihiwasallam berada di urutan paling atas di antara para Rasul, beliau penghulu dari semua Nabi dan Rasul, yang menerima anugrah utama ini. Oleh karena itu, kaum beriman diperintahkan untuk tidak memperlakukan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam sebagaimana perlakuan mereka terhadap sesama mereka. Jika berbicara kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam harus dengan suara yang pelan, tidak boleh teriak-teriak, karena hal itu akan menghapus pahala amal mereka (QS Al-Hujurat [49]: 2-3).

 

*Allah Taáala akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam: “Dan Tuhanmu akan memberimu sehingga membuatmu senang” (QS. 93:5). Ayat ini, menunjukkan betapa Allah Taáala amat mencintai Rasul-Nya. Allah akan memberikan apa saja yang di-inginkan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dan akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam.

 

*Allah Taáala memuji Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dengan berbagai pujian, karena keluhuran akhlaknya (QS.68:4); kepeduliannya dan kasih sayangnya kepada umat manusia (QS.9:128); dan pengorbanan diri, tidak  mementingkan diri demi kebahagian orang lain (QS. [20]  2-3).

 

*Selain itu, Allah Taáala memberi perhatian yang khusus kepada Nabi Muhamad shalllahu'alaihiwasallamjika ada sedikit saja masalah yang dihadapi- nya (QS.93:1-3 & QS 94:1-4).

 

*Siapa saja, yang berhadapan dengan Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam maka berhadapan  dengan Allah Taáala. Sebaliknya, siapa saja yang membelanya, Allah berada di belakangnya (QS. 9:61).

 

*Salah satu anugerah Allah Taáala yang paling besar kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam. ialah, wewenang memberi syafa’at terbesar kepada umatnya yang berdosa. Bukan saja di akhirat, tapi juga di dunia, yaitu dalam bentuk pengabulan doa yang disampaikan oleh Rasulallah shalllahu'alaihi wa sallam untuk umatnya, baik ketika Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam masih hidup mau pun sesudah wafatnya (baca bab Tawasul di site ini).

 

*Nabi Muhamad shalllahu'alaihiwasallam dapat menembus Sidratul Muntaha (waktu peristiwa Mikra’), sementara Jibril 'alaihissalaam akan hangus terbakar jika berani mencoba melangkahkan kaki meskipun hanya setapak. Padahal, Jibril adalah penghulu para malaikat. Tidak lain, karena Nabi Muhamad shalllahu 'alaihiwasallam telah mencapai derajat kesempurnaan  mutlak insani (Insan Kaamil).

 

*Coba perhatikan ayat shalawat (QS.[33]:56). Adakah perintah yang sama dengan perintah shalawat, selain shalawat kepada Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam? Tidak ada! Ayat shalawat ini, didahului dengan pernyataan, Allah dan malaikat-Nya telah melakukannya terlebih dahulu, karena itu kita pun diperintahkan untuk melakukannya. Perintah ini, berarti kita harus selalu melihat Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dengan penuh takzim/hormat dan agar kita selalu membalas jasa-jasanya. Karena itu pula,  Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam selalu mengingatkan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepadanya adalah bakhil atau kikir. Masih banyak lagi yang tidak tercantum disini tentang pribadi habibullah Muhamad shalllahu'alaihiwasallam, sebagai Insan Kamil.

 

*Riwayat-riwayat yang telah dikemukakan, yang berkaitan dengan pribadi junjungan  kita Nabi besar Muhamad shalllahu'alaihiwasallam, kita tidak akan menyangkal atau meragukan lagi bahwa Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam bukan manusia biasa melainkan Insan Kaamil, dalam arti bahwa kedudukannya paling tinggi dan mulia dari semua makhluk di sisi Allah Taáala. Beliau shalllahu'alaihiwasallam telah diciptakan Allah Taáala sebelum menciptakan yang lainnya. Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam telah dipersiapkan membawa amanat-Nya, jauh sebelum para Rasul lainnya. Bahkan, para Rasul itu di- perintahkan untuk mengimaninya dan mengabarkan kepada umat manusia tentang kedatangannya.

 

Akan tetapi, semua ini tidak harus menempatkan beliau shalllahu'alaihi wa sallam sebagai anak Tuhan, Tuhan dibumi/didunia, seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi Isa 'alaihissalaam, atau bukan dari golongan manusia. Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam tetap manusia sebagaimana manusia lainnya, sebagaimana isyarat Al-Quran dalam beberapa ayatnya. Pada diri Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam terdapat segala sesuatu yang ada pada manusia, yakni dimensi biologis (basyar) manusia. Karena itu, Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam makan, minum, sakit, tidur, berdagang, senang, sedih, berkeluarga, dan sebagainya, seperti umumnya manusia.

 

Allah Taáala memang menciptakan manusia dari unsur tanah, yang menghasilkan dimensi biologisnya. Akan tetapi, pada manusia, Allah Taáala ciptakan juga unsur lainnya, yakni ruh Allah Taáala yang justru dapat membuat manusia lebih tinggi dari makhluk mana pun, termasuk malaikat, karena melalui ruh itu manusia mampu mengatasi unsur biologisnya. Karena itu, mengapa malaikat dan iblis diperintahkan untuk sujud (penghormatan tinggi) kepada Adam álaihissalaam atau manusia. Itulah pula nabi Muhamad shalllahu 'alaihi wasallam dapat menembus Sidratul-Muntaha, sementara Jibril 'alaihis salaam akan hangus terbakar jika berani mencoba melangkahkan kakinya, walau pun setapak.

 

Kesalahan terbesar, golongan yang menolak kesempurnaan Rasul shalllahu 'alaihiwasallam dan menolak memujinya, bahkan menganggap pelakunya sebagai bertindak berlebih-lebihan dan kultus yang diharamkan! Golongan ini, tidak lain melihat Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam dengan kacamata materi. Mereka, hanya melihat Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam sebagai makhluk biologis. Mereka, lupa bahwa manusia memiliki dimensi yang jauh lebih tinggi dari sekadar dimensi biologis atau fisik. Bahkan, dimensi ruhani merupakan jati diri manusia yang sesungguhnya.

 

Sebenarnya, ini semua bukan kultus, karena kultus ialah melebih-lebihkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pengagungan Rasulallah shalllahu'alaihi wasallam justru mendudukkan posisi Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam sebagaimana mestinya, seperti yang di perintahkan Al-Quran.

Sudah tentu kita semua sadar, yakin dan mengetahui bahwa pemuliaan dan pengagungan terhadap Rasulallah shalllahu'alaihiwasallam sebagai hamba Allah (Makhluk) tidak setaraf dengan pemuliaan dan pengagungan kita terhadap Allah Taáala sebagai Pencipta (Al-Khalik). Bila ada pikiran yang memandang makhluk setaraf dengan Khalik, itulah baru dikatakan syirik! Wallahua’lam

Semoga Allah Taáala memberi hidayah dan taufik kepada  semua kaum muslimin. Aamiin

Silahkan ikuti kajian pada bab 10 berikutnya. 

 

Maak jouw eigen website met JouwWeb