Tabaruk dari Bekas Air Wudu Nabi Shallallahu'alaihiwasallam

Tabaruk dari Bekas Air Wudu Nabi shallallahu'alaihiwasallam

Urwah Al-Tsaqafi, salah seorang utusan Makkah melaporkan pada kaumnya, “Orang Islam itu luar biasa! Demi Allah, Aku pernah menjadi utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung pada kaisar Kisra dan Najasyi. Demi Allah, belum pernah aku melihat sahabat-sahabat mengagungkan rajanya seperti sahabat-sahabat mengagungkan Muhamad -shallallahu'alaihiwasallam-. Demi Allah, jika ia meludah, ludahnya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara mereka. Mereka usapkan ludah itu ke wajah dan kulitnya. Bila Muhamad-shallallahu'alaihiwasallam-memerintah, mereka (para sahabat) berlomba melaksanakannya. Bila Muhamad-shallallahu'alaihiwasallam-akan wudu, mereka hampir berkelahi untuk memperebutkan air wudunya. Bila Muhamad-shallallahu'alaihiwasallam-berbicara, mereka merendahkan suara di hadapannya. Mereka menundukkan pandangan di hadapannya karena memuliakannya.”(Sahih Bukhari, III:255)   

 

Riwayat kedatangan dan kesaksian Urwah bin Mas‘ud As-Tsaqafi kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh) di Hudaibiyah, banyak diriwayatkan para perawi dan penghafal hadis. Kala itu, ia heran melihat perilaku sahabat terhadap Nabi shallallahu'alaihiwasallam. Ia menjelaskan apa yang dilihatnya, “Tiada beliau melakukan wudu, kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada beliau meludah, kecuali merekapun bersegera (untuk ambil berkah). Tiada selembar rambut pun yang rontok, kecuali mereka memungutnya.

Demi Allah, sewaktu Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-mengeluarkan dahak dan dahak itu mengenai telapak tangan seseorang, maka orang tadi akan mengusapkannya secara rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau -shallallahu'alaihiwasallam-memerintahkan sesuatu niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau-shallallahu'alaihiwasallam-mengambil air wudu, maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan (bekas air) wudu beliau.” (Riwayat ini termaktub dalam Sahih al-Bukhari, I: 66 dalam bab al-Wudu’ dan jilid 3 hal.180 dalam bab al-Washaya; Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, V: 423 hadis no. 18431; Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, IX: 219 bab al-Muhadanah ala an-Nadhar Lil muslimin; Sirah karya Ibnu Hisyam, III: 328; Al-Maghazi karya al-Waqidi, II: 598 ; Tarikh al-Khamis, II: jilid 2 hal.19.)

 

Thalq bin Ali meriwayatkan, “Kami keluar (meninggalkan daerah) sebagai utusan untuk menghadap Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam. Setelah kami dibaiat oleh beliau-shallallahu'alaihiwasallam-, kami shalat bersama beliau -shallallahu'alaihiwasallam. Kemudian,kepadabeliau-shallallahu'alaihi sallam- kami beritahukan bahwa kami masih mempunyai ‘bi’ah’ (gereja atau kuil ). Kepada beliau kami minta agar diberi sebagian dari sisa air wudunya.

Beliau-shallallahu'alaihiwasallam-lalu menyuruh orang mengambilkan air, kemudian berwudu dan berkumur lalu menumpahkan bekas air kumurnya ke dalam sebuah wadah. Kepada kami, beliau bersabda, ‘Pulanglah, dan setibanya di daerah kalian hancurkanlah bi’ah kalian itu lalu siramlah tempat itu dengan air ini, kemudian bangunlah masjid di atasnya.’

Kami katakan pada beliau-shallallahu'alaihiwasallam-bahwa daerah kami, amat jauh, dan air akan menguap habis karena dalam perjalanan udara sangat panas. Beliau-shallallahu'alaihiwasallam-memberi petunjuk, Tambahkan saja air (ke dalam wadah), air ini akan menjadi lebih baik.’” (Riwayat oleh An-Nasai dalam Al-Misykat, hadis no. 716).

 

Tidak diragukan lagi, dalam jiwa utusan itu terdapat semangat yang amat kuat untuk bertabaruk dengan air bekas wudu Rasulallah shallallahu'alaihi wasallam. Kota Madinah sendiri sebenarnya tidak pernah kekurangan air. Dan didaerah tempat tinggal orang itu sendiri banyak air. Mereka mau bersusah payah membawa sedikit air dari Madinah ke daerahnya yang menempuh jarak cukup jauh dan dalam keadaan terik matahari? Ini tidak lain adalah bertabaruk pada Rasulallah shallallahu'alaihiwasallam melalui bekas air wudu beliau.

 

Dari Abu Juhfah, beliau berkata, Aku mendatangi Nabi-shallallahu'alaihi wasallam-sewaktu beliau-shallallahu'alaihiwasallam-berada diQubbah Hamra’ dari Adam. Kulihat Bilal (al-Habasyi) mengambil air wudu Nabi. Orang-orang bergegas untuk berwudu juga. Siapa yang mendapatkan air wudu tadi, maka akan menggunakannya sebagai air basuhan. Namun, bagi yang tidak mendapatkannya maka ia mengambil dari basahan (sisa wudu) yang berada di tangan temannya”.

 

Dalam redaksi lain, dikatakan, “Rasulallah pergi menuju Hajirah bersama kami, lalu beliau shallallahu'alaihiwasallam mengambil air wudu. Kemudian orang-orang mengambil air bekas wudu beliau untuk di jadikan bahan basuhan (dalam berwudu).” (Lihat Shahih al- Bukhari, I:55;  Shahih  Muslim, I: 360; Sunan an-Nasa’i, I: 87; Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, V: 398 hadis ke-18269; Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, I: 395; Ad-Dala’il an-Nubuwah karya al-Baihaqi. I: 183).

 

Ibnu Shahab berkata, “Aku mendapat kabar dari Mahmud bin Rabi’, ia berkata, ‘Dia adalah orang yang pernah diludahi Rasul-shallallahu'alaihiwasallam-pada wajahnya, ketika ia masih kanak-kanak di daerah mereka.’ Berkata Urwah, dari al-Masur dan selainnya–masing-masing saling mempercayai temannya, ‘Ketika Nabi melaksanakan wudu, seakan mereka hendak saling membunuh untuk mendapatkan (bekas) air wudu beliau.’”(Shahih al-Bukhari, I: 55; Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, VI: 594 hadis ke-23109 dan Sunan Ibnu Majah, I: 246).

 

Ibnu Hajar dalam mensyarahkan makna hadis tersebut menyatakan, “Apa yang dilakukan Nabi-shallallahu'alaihiwasallam-terhadap Mahmud, kalau tidak karena tujuan bersendau gurau, atau untuk memberi berkah kepadanya. Hal itu, sebagaimana yang pernah beliau lakukan kepada anak-anak para sahabat lainnya.” (Fathul Bari, I: 157).

 

Dari Sa’ad, beliau berkata, “Aku mendengar dari beberapa sahabat Rasul-shallallahu'alaihiwasallam-seperti Abu Usaid, Abu Humaid dan Abu Sahal Ibnu Sa’ad, mereka mengatakan, ‘Suatu saat, Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam mendatangi sumur ‘Bidha’ah’, kemudian beliau mengambil wudu melalui ember lantas (sisanya) dikembalikan kedalam sumur. Kemudian, beliau mencuci wajahnya dan meludah ke dalamnya (ember) dan meminum airnya (sumur). Dan jika terdapat orang sakit di zaman beliau, maka beliau bersabda, ‘Mandikan dia dengan air sumur Bidha’ah,’ maka ketika di mandikan, seakan simpul tali itu telah lepas (sembuh).” (at-Thabaqat al- Kubra, I: 184 dan Kitab Sirah Ibnu Dahlan, II: 225).

 

Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, beliau berkata, ‘Ketika aku sakit yang tak kunjung sembuh, Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam-menjengukku. Beliau -shallallahu'alaihiwasallam-mengambil air wudu, kemudian beliau siramkan sisa air wudu beliau, kemudian sembuhlah penyakitku.’(Shahih al-Bukhari,I: 60; VII:150; VIII:185 dan IX:123) “Sewaktu Nabi berwudu pada sebuah wadah, kemudian (sisa air tadi) aku tuang ke dalam sumur milik kami.” (Kanzul Ummal, XII: 422 hadis ke-35472).

 

Dalam hadis lain diriwayatkan, “Sewaktu Rasulallah -shallallahu'alaihi wa sallam-datang ke pasar, beliau-shallallahu'alaihiwasallam-melihat Zuhair berdiri untuk menjual barang. Tiba-tiba beliau-shallallahu'alaihiwasallam- datang dari arah punggungnya lantas memeluknya dari belakang hingga tangan beliau-shallallahu'alaihiwasallam-menyentuh dadanya. Kemudian, Zuhair merasakan, itu adalah Rasulallah-shallallahu'alaihiwasallam. Dia berkata, ‘Aku lantas mengusapkan punggungku pada dadanya untuk mendapatkan berkah dari beliau-shallallahu'alaihiwasallam-.’” (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, III: 938 hadis ke-12237; al-Bidayah wa an-Nihayah, VI: 47; Ibnu Katsir menyatakan hadis ini sahih, perawinya semuanya dapat dipercaya [tsiqah]. Lihat juga Kitab Sirah Dahlan, II: 267).

Wallahua'lam

Silahkan baca kajian selanjutnya